Selasa, 19 November 2019

PENELITIAN TINDAKAN KELAS


Daftar Isi





















Daftar Tabel
Tabel 1. Keriteria Penghargaan Kelompok ……………………….16
Tabel 2. Keriteria Kemampuan Pemecahan Masalah …….………43
Tabel 3. Jadwal Penelitian ……………………………… … ……..46




























Daftar Gambar
Gambar 1. Skema Pembagian Tugas Dalam Turnamen Akademi …….14
Gambar 2. Penempatan Siswa Dalam Turnamen …………………….15
Gambar 3. Tahapan Penyelesaian Masalah Menurut Polya      …………..24
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran ………………………………31
Gambar 5. Siklus Model Kemmis dan MC Taggart ………………….36


























A.    Judul Penelitian
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMENT(TGT) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SD
Matematika sangatlah penting dikuasai oleh siswa karena hampir segala aspek kehidupan manusia membutuhkan matematika. Para siswa memerlukan matematika untuk berhitung, menghitung isi dan berat suatu benda, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menafsirkan data, menggunakan kalkulator dan computer dan lain sebagainya. Selain itu, pengetahuan matematika juga diperlukan siswa agar mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut. Orang biasa memerlukan matematika agar dapat berdagang dan bekerja, berkomunikasi melalui tulisan/gambar seperti membaca grafik dan presentasi, membuat catatan-catatan dengan angka, membaca informasi yang disajikan dalam bentuk persen, tabel dan diagram, dan lain-lain. Dengan demikian matematika sangat bermanfaat baik bagi siswa maupun masyarakat pada umumnya.
Meskipun matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari,  banyak kalangan termasuk para siswa di sekolah yang tidak menyukai pelajaran matematika, sehingga para siswa kurang bersungguh-sungguh dalam mempelajari matematika. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep matematika. Kesulitan siswa dalam mempelajari matematika juga dipengaruhi dengan ketidakmauan mereka untuk  bertanya tentang materi yang belum dipahaminya.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Di dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat “Menumbuhkembangkan kemampuan bernalar yaitu berfikir sistematis, logis dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam permasalahan ”(Depdikbud,1993, hlm. 40)

Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar  dalam Standar Isi Kurikulum Satuan Pendidikan (Permendiknas no 22 tahun 2006) dimana salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki “ Kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh”.
Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kemampuan yang penting dan harus dimiliki oleh peserta didik. Menurut Branca (Wati, 2012, hlm.72) pemecahan masalah merupakan tujuan umum dalam pembelajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matemetika artinya kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.  Oleh karena itu, kemampuan tersebut perlu dikembangkan dalam diri peserta didik. Akan tetapi hal tersebut masih dianggap sulit dalam proses pembelajaran matematika baik bagi siswa yang mempelajarinya maupun bagi guru yang mengajarkannya. Akibatnya, kegiatan pemecahan masalah masih dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar belum dijadikan sebagai kegiatan yang diutamakan, sehingga tingkat keberhasilan siswa dalam aspek penguasaan pemecahan masalah matematika masih rendah.
Begitu pula yang terjadi di SDN Cikapundung 2 berdasarkan pengamatan dan wawancara kepada guru kelas V di sekolah tersebut, peneliti menemukan bahwa di lapangan masih banyak siswa yang kurang mampu  melakukan pemecahan masalah. Terutama pada penyelesaian soal cerita yang membahas pecahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang peneliti amati sekolah tersebut,  di antaranya karena faktor : (1) pembelajaran masih menggunakan metode konvensional yang berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran serta pembelajaran lebih individual yang menyebabkan interaksi antara siswa dengan siswa kurang terjadi dengan baik pada saat proses pembelajaran. (2) Rendahnya kemapuan siswa dalam memahami setiap permasalahan pada soal cerita sehingga berdapak pada kemampuan perencanaan penyelesaian soal cerita tersebut yaitu, (3) siswa kesulitan dalam menyelesaikan masalah yaitu siswa kesulitan melaksanakan perhitungan yang berhubungan dengan materi pecahan yang mendukung proses pemecahan masalah. Dapat di jelaskan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan tes evaluasi pada materi oprasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas V SDN Cikapundung 2  ,menyatakan bahwa hanya 32% saja siswa yang dinyatakan tuntas dengan nilai KKM pada mata pelajaran matematika yaitu 70. di dapatkan bahwa dari hasil tes tersebut nilai siswa masih di bawah KKM yaitu kurang dari 70. Dalam mengerjakan soal matematika tersebut, terdapat beberapa siswa yang belum mampu memahami masalah, merencanakan penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal tersebut
Pembelajaran matematika sebenarnya sangat menyenangkan, akan tetapi diperlukan  motivasi belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Berdasarkan hal tersebut, upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa merupakan tanggung jawab guru. Salah satuupaya tersebut adalah dengan senantiasa memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah dasar. Setiap guru dituntut untuk menguasai beberapa model pembelajaran matematika yang tepat agar mampu menyampaikan materi ajar dengan tidak terpaku pada satu model. Hal ini disebabkan setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Karena setiap model pembelajaran ada yang cocok untuk digunakan dalam mengajarkan suatu materi, namun tidak cocok untuk mengajar materi lain.
Model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan dalam rangka meningkatkan kemempuan pemecahan masalah matematika siswa. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis (Isjoni, 2012, hlm. 23). Model pembelajaran ini telah terbukti dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia (Isjoni,2012, hlm.16). Hal tersebut akan memicu semangat siswa untuk saling membantu memecahkan masalah yang dihadapi.
Ada banyak tipe pembelajaran yang dapat digunakan dalam model pembelajaran kooperatif. Salah satunya adalah Team Game Tournament(TGT). Pada pembelajaran ini, para siswa diarahkan mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi (Slavin,2005, hlm. 170). Setelah pembelajaran kelompok, siswa dihadapkan pada sebuah turnamen akademik. Fungsi turnamen yaitu untuk memberi motivasi belajar kepada siswa. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan diperoleh hasil belajar yang memuaskan.
Penyajian kelas dalam pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament(TGT) tidak berbeda dengan pembelajaran biasa, hanya pengajarannya lebih difokuskan pada materi yang sedang dibahas saja (Taniredja, 2013, hlm.67). Selain itu juga, pada model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament(TGT) ini ada satu tahapan yaitu tahap permainan yang akan membuat siswa tidak jenuh dan bosan terhadap pelajaran matematika bahkan mungkin akan menyukai matematika. Dengan demikian mereka akan memperhatikan dengan serius selama pengajaran berlangsung yang pada akhirnya akan berpengaruh baik terhadap kemampuan matematika siswa, khususnya kemampuan pemecahan masalah matematis. 
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament(TGT) adalah setiap siswa akan lebih bebas  berinteraksi dan menggunakan pendapatnya, rasa percaya diri siswa akan lebih meningkat, kondisi di kelas akan lebih kondisuif, motivasi belajar siswa bertambah, meningkatkan sikap toleransi baik itu antar guru dan siswa maupun siswa dengan siswa dan membuat interaksi belajar dalam kelas lebih menyenangkan dan tidak membosankan (Taniredja,2013, hlm.73). Dari kelebihan-kelebihan model pembelajaran ini diharapkan setiap permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran di kelas V SDN SJ di Kota Bandung bisa diselesaikan dengan menggunakan model pembelajaran ini.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, makan akan dilakukan penelitian yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V SDN Cikapundung 2 melalui model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament(TGT). Adapun judal penelitian ini adalah : “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMENT(TGT) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SD”.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, di peroleh rumusan umum sebagai berikut : “bagaimana bentuk penerapan model pembelajaran Team Game Tournament untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah  matematis siswa SD dalam materi pecahan?”. Kemudian, untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tersebut, maka secara khusus dibuat dua pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1.      Bagaimana perencanaan penerapan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SD?
2.      Bagaimana proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Team Game Tournament (TGt) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SD?
3.      Bagaimana hasil  peningkatan kamampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam materi pecahan dengan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT)?
Berdasarkan rumusan masalah, secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bentuk penerapan model pembelajaran Team Game Tournament untuk meningkatkan pemecahan masalah matematis siswa SD dalam materi pecahan. Kemudian, tujuan khusus penelitian ini terdiri dari dua pertanyaan penelitian sebagai berikut. 
1.      Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SD.
2.      Mendeskripsikan proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran Team Game Tournament(TGT) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan matematis siswa dalam materi pecahan.
3.      Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam materi pecahan dengan menggunakan model pembelajaran Team Game Tournament(TGT).
Penelitan Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan diharapkan memiliki manfaat untuk semua pihak. Manfaat termaksud sebagai berikut:
1.      Manfaat Teoritis
Memberikan masukan bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk memberikan variasi dan memperbaiki serta meningkatkan kualitas pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan materi, karakteristik siswa dan kondisi pembelajaran.
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi Peneliti
-          Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengalaman langsung bagi peneliti dalam pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament(TGT).
b.      Bagi siswa
-          Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis pada materi pecahan.
-          Meningkatkan daya ingat memori jangka panjang siswa pada materi pecahan.
-          Siswa mendapatkan pengalaman belajar baru dengan model pembelajaran yang bervariatif dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas belajarnya khususnya dalam pemecahan masalah matematis.
c.       Bagi Guru
-          Memberikan pengetahuan tambahan mengenai manfaat penerapan model pembelajaran Team Game Tournament(TGT).
-          Memberikan informasi untuk menyelenggarakan pembelajaran yang inovatif dengan menggunakan model pembelajaran Team Game Tournament(TGT)
-          Sebagai bahan masukan untuk dapat menentukan model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam mata pelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.
d.      Bagi LPTK
-          Memberikan gambaran dan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.
-          Memberikan motivasi untuk penelitian selanjutnya sehingga inovasi  dalam penerapan model pembelajran Team Game Tournament(TGT) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika.
A.                   Model Pembelajaran Kooperatif
1.      Model Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran Matematika.
Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu sesame anggota dalam satu kelompok atau satu tim.  Slavin  mengatakan (Isjoni,2014, hlm.15) “In cooperative learning methods, student work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Berdasarkan uraian tersebut dapat diungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajarab dimana sistem pembelajarannya dilakukan secara berkelompok dengan kelompok-kelompok kecil yang beranggota 4-6 orang pada setiap kelompok secara kolaboratif sehingga dapat membuat siswa lebih bergairah pada saat proses pembelajara
Menurut Agus (2010, hlm. 54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Inti dari pembelajaran kooperatif  (Slavin,2005, hlm. 8) dimana para siswa duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Anggota setiap kelompoknya dilakukan secara heterogen yang terdiri dari siswa yng berprestasi tinggi, sedang, dan rendah, laki-laki dan perempuan, dan berasal dari latar belakang etnik berbeda. Pembelajaran kooperatif yang kadang-kadang disebut kelompok pembelajaran (group learning), adalah istilah generik bagi bermacam prosedur instruksional yang melibatkan kelompok kecil yang interaktif. Siswa bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas akademik dalam suatu kelompok kecil untuk saling membantu dan belajar bersama dalam kelompok mereka serta kelompok pasangan yang lain (Samani,2012, hlm. 16)
Menurut Lie Anita (2008, hlm. 41), pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan secara heterogen, yaitu antara tiga sampai lima siswa yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, suku yang berbeda-beda dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sedangakan Suherman (2003, hlm. 239-241) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang saling  bekerjasama untuk memecahkan masalah atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.
Dari beberapa definisi mengenai pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok dengan anggota tiga samapi lima orang yang heterogen dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, suku yang berbeda-beda. Pembelajaran kooperatif dapat membuat siswa lebih semangat dan bergairah pada saat mengikuti pembelajaran di kelas sehingga tujuan pembelajran yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik.
Pelaksanaan model pembelajran kooperatif membutuhkan partisifasi dan kerjasama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar yang lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku social. Tujuan utama dalam penerapan  model pembelajaran kooperatif adalah agar siswa dapat belajar secara berkelompok dengan teman-temannya yaitu dengan cara saling menghargai setiap perbedaan yang ada dalam kelompoknya tersebut dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya ketika sedang belajar secara berkelompok (Isjoni,2014, hlm. 21).
Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok, maka dari itu banyak guru yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok. Walaupun pembelajaran kooperatif dilaksanakan secara berkelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif.  Roger dan David Johnson (Lie,Anita,2008, hlm. 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap pembelajaran kooperatif, ada 5 unsur model pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Lima unsur tersebut yang membedakan pembelakaran kooperatif dengan kerja kelompok seperti biasamya.
Pembelajaran kooperatif dalam matematika akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika. Menurut Suherman (2001, hlm. 219) ada beberapa cara menggunakan pembelajaran kooperatif dalam matematika bagi siswa disekolah yaitu : Pertama, dengan memanfaatkan pekerjaan rumah, dengan membentuk siswa dalam beberapa kelompok yang heterogen dan meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan hasil pekerjaan rumahnya antara siswa yang berada dalam satu kelompoknya masing-masing. Kedua, pembahasan materi baru, setelah guru menyampaikan materi pelajaran, para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk berdiskusi dan menyelesaikan soal latihan.
Dalam kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat di terapkan dalam proses pembalajaran. Menurut Taniredja (2015, hlm. 64-80) model pembelajaran kooperatif diantaranya: 1) Student Teams Achievement Division (STAD), 2) Team Game Tournament (TGT), 3) Group Investigation (GI).
2.      Team Game Tournament (TGT) dalam Pembelajaran Matematika
a.      Pengertian Team Game Tournament (TGT) dalam Pembelajaran Matematika.
Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah Tipe Team Game Tournament (TGT). Team Game Tournament dikembangkan oleh Devries dan Slavin di Universitas John Hopkins, TGT merupakan kegiatan pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kegiatan pembelajaran, kelompok belajar dan pertandingan antar kelompok, dalam TGT siswa dibagi kedalam beberapa kelompok heterogren yang beranggotakan 4-5 orang. (Rohida,2015 hlm 338). Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen akademik dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademiknya setara (Taniredja, 2013, hlm. 66).  Model pembelajaran ini mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan. Dalam pembelajaran matematika, unsur permainan ini sangat dibutuhkan agar siswa tidak merasa bosan dan bisa menyukai pelajaran matematika.

b.      Komponen Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) dalam Pembelajaran Matematika.
Komponen-komponen dalam Team Game Tournament (TGT) yang diungkapkan Slavin (2005, hlm. 166) meliputi presentasi kelas, belajar kelompok, permainan, turnamen, dan penghargaan kelompok.
1)      Presentasi Kelas
        Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi secara garis besar, biasanya dilakukan dengan ceramah atau diskusi langsung yang dipimpin oleh guru. Pada saat presentasi kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saar kelompok dan pada saat permainan. Dalam pembelajaran matematika, dengan menggunakan alat peraga akan mempermudah dalam menyampaikan materinya. Karena dengan media atau alat peraga akan lebih menarik perhatian dan minat siswa untuk memahami materi yang di sampaikan oleh guru.
2)      Belajar Kelompok
        Kelompok biasanya terdiri dari 3-5 siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat turnamen. Pada tahap inilah siswa saling berdiskusi, tukar menukar ide dan pengalaman untuk memecahkan masalah. Dengan memberikan soal aplikasi yang harus diselesaikan oleh setiap kelompok.
3)      Permainan
        Permainan disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk mengetes pengetahuan siswa yang diperoleh dari presentasi kelas dan latihan tim. Permainan dimainkan pada meja yang terdiri dari empat siswa dengan kemampuan akademik yang sama, tiap-tiap siswa mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan permainan yang digunakan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberi nomor dan disajikan pada lembar pertanyaan yang berbentuk kartu saol. Setiap siswa mengambil sebuah kartu yag diberi nomor dan menjawab pertanyaan sesuai pada kartu tersebut. Berdasarkan gambar  2.1 di halaman 13 setiap siswa mempunyai tugasnya masing-masing secara bergiliran dan mempunyai kesempatan yang sama setiap pemainnya. Dalam pengambilan soal disesuaikan dengan nomor pada kartu bernomor yang siswa ambil dalam meja turnamen.

Pemain Pertama
1.       Mengambil kartu bernomor
2.       Membaca pertanyaan dengan suara yang keras
Pemain Kedua
1.       Mencoba menjawab pertanyaan
2.       Menantang lawan main dengan memberikan kesempatan untuk menjawab.
Pemain Ketiga
1.       Ikut mencoba menjawab pertanyaan (jika pemain kedua tidak bisa menjawab pertanyaan atau salah menjawab pertanyaan)
2.       Menantang bila mempunyai jawaban berbeda dengan pemain kedua
Pemain Keempat
1.       Menghitung waktu yang diberikan
2.       Cek lembar jawaban dan menulis skor
3.       Ikut menjawab pertanyaa (Jika pemuain ke tiga tidak bisa menjawab pertanyaan atau salah dalm menjawab)
 



























Gambar 1 Skema Pembagian Tugas dalam Turnamen Akademik

4)      Turnamen
Turnamen dilakukan dengan cara mengumpulkan masing-masing satu siswa yang memiliki kemampuan sama dari berbagai kelompok pada satu meja. Apabila sebuah kelompok berisi siswa dengan empat kemampuan berbeda maka akan disediakan empat meja pada kegiatan turnamen ini. Pengelompokan siswa berdasarkan kemmapuan akademiknya bertujuan agar siswa dapat berkontribusi bagi kelompoknya. Setiapmeja turnamen terdiri dari perwailan tiap-tiap kelompok dengan kemampuan akademik yang relative sama. Misalnya untuk meja turnamen satu, terdiri dari perwakilan tiap kelompok yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi, meja turnamen dua dan tiga terdiri dari perwakilan tiap kelompok yang memaliki kemampuan akademik yang sedang, dan meja 4 terdiri dari perwakilan tiap kelompok yang  memiliki kemampuan akadmeik yang rendah. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2.2
Team A
Tinggi         Sedang           Sedang             Rendah
Meja Turnamen 1
Meja Turnamen 2
Meja Turnamen 3
Meja Turnamen 4
Team C
Tinggi       Sedang       Sedang         Rendah
Team B
Tinggi         Sedang         Sedang         Rendah

 















Gambar 2 Penempatan siswa dalam Turnamen Akademik(Slavin,2005,hlm 168)

5)  Penghargaan Kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif, penghargaan diberikan kepada kelompok bukan kepada individu siswa. Ada tiga tingkat penghargaan diberikan berdasarkan pada skor tim rata rata, yaitu:

Tabel 1 Kriteria penghargaan Kelompok

Skor Team
Penghargaan
30-40
Good team (tim baik)
40-45
Great team (tim hebat)
>45
Super team (tim super)
(Oktariany,2014, hlm. 13)
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT berupaya menggabungkan tujuan kooperatif dan kompetitif.dalam proses pembelajaran Team Game Tournamen (TGT), baik tujuan kooperatif maupun kompetitif keduanya saling mendukung. Membangunh hubungan yang positif melalui tujuan kooperatif membantu menjaga kompetisi agar sesuai harapan, siswa dapat menikmati aktivitas belajarnya, baik menang maupun kalah. Seblaiknya, mealui struktur belajar kompetitif, siswa tidak akan pasif dalam kelompoknya, melainkan siswa akan merasa tertantang dan berusaha mendapatkan nilai seabaik baiknya.
Dari keterangan diatas, model pembelajaran koperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) merupakan model pembelajaran yang meiputi prestasi kelas oleh guru, belajar kelompoik dimana siswa dikelompokan dengan kelompok yang heterogen yang terdiri dari tiga sampai lima siswa dan mempelajari materi bersama, turnamen berupa permainan dimana siswa dikelompokan dalam kelompok bermain yang berkemampuan akademik homogen yang terdiri dari tiga sampai lima siswa dan saling bertanding, serta kelompok yang mencapai kriteria tertentu mendapat penghargaan.
Dengan model yang mengutamakan kerja kelompok dan kemampuan menyatiukan intelegesi siswa yang berbeda beda akan dapat membuat siswa mempunyai nilai dalam segi kognitif, afektif, dan prikomotor secara merata satu siswa dengan siswa yang lain.
c.   Langkah-langkah Penbelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournamen (TGT) Dalam Pembelajaran Matematika
Langkah-langkah dan aktivitas pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) menurut Slavin (2005, hlm. 173) adalah sebagai berikut.
1.      Pembentukan kelompok berdasarka prestasi akademiknya. Satu tim terdiri dari empat orang siswa yang beragam kemampuan akademiknya.
2.      Siswa diberi bahan ajar untuk dipelajari dan dipahami. Bahan ajar disampiakan secara langsung oleh guru dengan melakukan diskusi bersama-sama untuk menyelesaikan saol.
3.      Setiap kelompok diberi soal aplikasi untuk berdiskusi dan dicari penyelesaian masalahnya, siswa mengajukan pertanyaan pada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
4.      Meja turnamen disiapkan lengkap dengan kartu soal dan kartu jawaban untuk diisi oleh siswa yang mewakili kelompoknya masing masing yang kemampuan akademiknya setara.
5.      Siswa yang memperoleh giliran pertama mengambil kartu soal dan membacakannya, siswa lain yang berada dalam satu meja turnamen mencoba untuk mengerjakannya.
6.      Pada akhir putaran pemenang akan mendapatkan satu kartu bernomor dan siswa yang kalah mengebalikan perolehan kartunya.
7.      Guru memberi penilaian kepada setiap kelompok siswa dan memberikan penghargaan kepada setiap kelompok sesuai dengan skor yag didaptkan oleh kelompoknya
8.      Guru meminta salah satu siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran yang telah di pelajari pada hari itu.
9.      Siswa memberikan soal evaluasi berupa tes isian untuk di selesaikan oleh siswa.
d.    Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Team Game Tournamen (TGT)   Dalam Pembelajaran Matematika
Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT mengacu pada kelebihan yang dimiliki model TGT. Adapun kelebihan model TGT menurut Taniredja (2013, hlm. 75)  adalah sebagai berikut
1.      Dengan pembelajaran kooperatif, siswa akan memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya.
2.      Rasa percaya diri siswa menjadi lebih tinggi.
3.      Kemungkinan saling mengganggu antara siswa satu dengan siswa lain menjadi lebih kecil.
4.      Motivasi belajar siswa bertambah.
5.      Pemahaman yang leih mendalam terhadap pokok bahasan yang dipelajari.
6.      Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru.
7.      Siswa dapat mempelajari suatu pokok bahasan dengan seluruh potensi yang ada dalam siswa tersebut, selain itu kerjasama antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan,

Di samping kelebihan yang dimiliki model TGT terdapat kekurangan pada model tersebut. Kekurangan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menggunakan model pembelajaran TGT, atau bahkan dapat dipersiapkan sebelumnya untuk mengatasi kekurangan yang ada pada model TGT dan mengantisipasi timbulnya kekurangan tersebut dalam proses pembelajaran. Menurut Tanuredja (2013, hlm. 75) kekurangan pada model TGT adalah sebagai berikut.
1.      Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran semua siswa tidak ikut serta mengeuarkan pendapatnya.
2.      Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran.
3.      Kemungkinan terjadi kegaduhan jika guru tidak dapat mengelola kelas

B.     Pemecahan Masalah Matematika
1.      Pengertian masalah dalam matematika
Di dalam kehidupan sehari hari, kita tidak akan terlepas dari masalah, mulai dari masalah yang sederhana sampai yang kompleks. Disadari atau tidak setiap hari kita harus meyelesaikan berbagai masalah. Suatu masalah bisa dikatakan relative, tergantung kepada seseorang menanggapi masalah yang dihadapinya. Bagi kita, situasi tertentu bisa dianggap sebagai suatu masalah, tetapi menurut orang lain situasi tersebut belum tentu dianggap sebagai masalah. Suatu situasi merupakan masalah bagi seseorang bila situasi itu baru ia temukan dan situasi utu merupaka tindakan penyeselaian yang belum diketahui prosedur penyelesaiannya.
Banyak pendapat para ahli yang mendefinisikan masalah dalam berbagai sudut pandang. Bell (Susilawati, 2012, hlm. 72) mengemukakan bahwa suatu situasi dikatakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari keberadaan situasi tersebut, mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak dengan segea dapat menemukan pemecahannya. Sedangkan Gough (Susilawati, 2012, hlm. 72) mengartikan bahwa masalah sebagia suatu tugas yang apbila kita membacanya, melihatnya, atau mendengarnya pada waktu tertentu, dan kita tidak mapu menyelesaikannya pada waktu itu juga. Suherman (2001, hlm. 86) mengemukakan bahwa masalah merupakan suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakannya.
Demikian juga dengan masalah dalam pelajaran matematika, beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya, Hudoyo (1998, hlm. 26) mengemukakan bahwa suatu pertanyaan merupakan masalah apabila pertanyaan tersebut menantang untuk dijawab yang jawabannya tidak bisa dilakukan secara rutin saja, lebih lanjut pertanyaan yang menantang ini menjadi masalah bagi seseorang bila orang itu menerima tantangan itu. Selanjutnya, suatu persoalan merupakan masalah bagi siswa: pertama, ila siswa belum mempunyai prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya, kedua, siswa harus mampu menyelesaikannya, dan ketiga bila ada niat menyelesaikannya menurut Ruseffendi (Hartati, 2008, hlm. 32)
Berdasarkan beberapa pendapat yang diuraikan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa situasi tertentu atau suatu persoalan dapat dikatakan suatu masalah dalam pembelajaran matematika jika siswa tersebut belum memiliki metode penyelesaiannya, siswa dituntut untuk menyelesaikannya, dan siswa tertantang untuk menyelesaikan soal atau pertanyaan tersebut. Untuk menyelesaikan soal atau suatu pertanyaan yang memuat masalah siswa harus menguasai hal hal yang telah dikuasai sebelumya.
2.      Pengertian Pemecahan Masalah Dalam Matematika.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalam menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini, aspek aspekkemampuan matematik penting seperti penerapan aturan pada masalha tidak rutin, menentukan pola, menggeneralisasikan, komunikasi matematik, dan lain lain dapat dikembangkan secara lebih baik.
Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan suatu tujuan yang hendak dicapai. Menurut KTSP, tujuan dari pembelajaran mateatika adalah peserta didik dapat memahami konsep matematika menggunakan penalaran, memecahkan, mengkomunikasikan gagasan, symbol, tabel, dan diagram serta memiliki sikap menghargai kegunaan martematika. Tuntukan akan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam kompetesi dasar harus dikembangkan dan di intergasikan pada sejumlah materi yang sesuai.hal tersebut sejalan dengan teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne (Suherman, 2001, hlm. 83), bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Hal tersebut dapat dipahami karena pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi yang dikemukakan oleh Gagne.
Menurut Polya (Dardiri, 2007, hlm.28) menjelaskan bahwa :
Pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas intelektual yang sangat tinggi sebab dalam pemecahan masalah siswa harus dapat menyelesaikan dengan menggunakan aturan aturan yang telah dipelajari untuk membuat rumusan masalah. Aktivitas mental yang dapat dijangkau dalam pemecahan masalah antara lain adalah mengingat, mengenal, menjelaskan, membedakan, menerapkan, menganalisis dan mengvaluasi.
Pemecahan masalah adalah proses melibatkan suatu tugas yang metode pemecahannya belum diketahui lebih dahulu, untuk mengetahui penyelesaiannya siswa hendak mematangkan pengetahuan mereka, dan melalui proses ini mereka sering mengembangkan pengetahuan baru tentang matematika, sehingga pemecahan masalah merupakan bagian tak terpisahkan dalam semua bagian pembelajaran matematika, dan juga tidak harus diajarkan secara terisolasi dari pembelajaran matematika (Turmudi, 2008, hlm. 1).
Branca dalam Susilawati (2012, hlm. 73) menyatakan bahwa secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah pemecahan masalah (Problem solving) dalam pembelajaran matematika, yaitu :
a.       Problem solving as a goal.
Bila pemecahan masalah ditetapkan sebagai tujuan pembelajaran, maka pembelajaran yang berlangsung tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi matematika. Angapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan masalah (solve problem) mesupakan “alasan utama” (primary reason) beajar matematika.
b.      Probem solving as a process
Pengertian tentang problem solving adalah sebagai sebuah proses yang dinamis, dalam aspek ini problem solving dapat diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristic yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Masalah proses ini sangat penting dalam belajar matematika, dan yang demikian ini sering menjadi focus dalam kurikulum matematika.
c.       Problem solving as a basic skill
Ada banyak anggapan tentang apa keterampilan dasar dalam matematika. Beberapa yang dikemukakan antara lain keterampilan berhitung, aritmatika, logika, dan lainnya. Keterampilan lain yang baik secara inplisit maupun eksplisit sering diungkapkan adalah keterampilan problem solving. Proses pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah memungkinkan sisa membangun atau mengkontruksi pengetahuannya sendiri didasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga proses belajar yang dilakukan akan berjalan aktif dan dinamis.
Dalam sebuah permasalahan, siswa harus bisa mengidentifikasi apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan apa unsur unsur yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah tersebut sehingga siswa merasa mudah untuk menyelesaikannya.
Dalam belajar matematika kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki siswa seperti yang diungkapkan oleh Branca (Dardiri, 2007,hlm.7) yaitu sebagai berikut:
a.       Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika.
b.      Pemecahan masalah meliputi metode, strategi dalam pemecahan masalah merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika.
c.       Pemecahan masalah merupaka kemampuan dasar dalam belajar matematika, sebagai implikasinya maka kemampuan pemecahan masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika.
Berdasarkan uraian tersebut, pemecahan masalah dalam matematika adalah prosedur atau cara mendapat solusi dimana untuk memecahkan masalah tersebut diperlukan keterampilan meggunakan berbagai strategi, operasi matematik, dan dapat menggunakan pengertahuan yang telah dimiliki untuk kemudian dikembangkan dalam memecahan masalah. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan, dan menunjang dalam melakukan pemecahan masalah matematika.
3.      Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah matematika memerlukan langkah-langkah yang kongkrit dan prosedur yang benar. Pada mata pelajaran matematika, pemecahan masalah matematika dapat berupa soal yang tidak rutin yaitu soal yang memerlukan pemikiran mendalam seperti pada prosedur yang benar. Pemecahan masalah matematika membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berfikir kritis, logis, kreatif dan sistematis. Proses pembelajaran melalui pemecahan masalah memungkinkan siswa membangun atau mengkontruksi pengetahuannya sendiri didasarkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses belajar yang dilakukan akan berjalan aktif dan dinamis.
Menurut Polya (Suherman, 2001, hlm. 84) solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah penyelesaian yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah matematika dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Memahami masalah, yaitu mengidentifikasi kecukupan data untuk menyelesaikan masalah sehingga memperoleh gambaran lengkap apa yang diketahui, ditanyakan dalam masalah tersebut
b.      Merencanakan penyelesaian, yaitu menerapkan langkah-langkah penyelesaian, pemilihan konsep, persamaan dan teori yang sesuai untuk setiap langkah
c.       Melaksanakan perencanaan, yaitu melakukan perhitungan berdasarkan langkah-langkah yang telah dirancang dengan menggunakan konsep, persamaan serta teori yang telah dipilih.
d.      Melakukan pengecekan kembali, yaitu tahap pemeriksaan apakah langkah-langkah penyelesaian telah terealisasikan sesuai rencana sehingga dapat memeriksa kembali kebenaran jawaban yang pada akhirnya membuat kesimpulan akhir.
Dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam pemecahan masalah diawali dengan memahami masalah dimana siswa memperoleh gambaran lengkap dan apa yang diketahui dan data apa yang ditanyakan. Kemudian merencanakan penyelesaian yang sangat penting dilakukan sebab ketika siswa mampu membuat hubungan dari data yang diketahui dan soal yang ditayakan, maka siswa akan mudah menemukan penyelesaiannya, melaksanakan perencanaan apabila siswa benar-benar memahami soal tersebut, disamping untuk mengetahui apakah siswa dapat menilai penyelesaian yang dibuatnya sudah benar atau belum dan dengan memeriksa kembali soal dan menelaah jalan yang dikerjakan, dapat ditemukan kesalahan-kesalahan yang mungkin telah dibuat dan dengan demikian dapat diperbaiki.
Secara garis besar tahap-tahap pemecahan masalah menurut G.Polya (dalam Suherman, 2001, hlm. 84) dapat digambarkan sebagai berikut:
Pemahaman Soal (Understanding)
Peninjauan Kembali (Checking)
Pelaksanaan Suatu Rencana (Solving)
Pemikiran Suatu Rencana (Planning)
 















Gambar 3 Tahap-tahap Penyelesaian Masalah Menurut Polya

4.      Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan pemecahan masalah matematis dapat diukur oleh suatu indikator. Adapun indikator kemampuan pemecahan masalah matematis menurut depdiknas tahun 2004  (Shadiq dalam Wahyuni, 2013, hlm. 10) sebagai berikut :
a.       Menunjukkan pemahaman masalah.
b.      Mengorganisasikan data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.
c.       Menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk.
d.      Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.
e.       Mengembangkan strategi pemecahan masalah.
f.       Membuat dan menafsirkan model dari suatu masalah
g.      Menyampaikan masalah yang tidak rutin.
Sedangkan indicator pemecahan masalah matematis yang dikemukakan oleh Sumarmo (Roshendi dalam Wahyuni, 2013, hlm. 11)
a.       Mengidentifikasi kecakupan data untuk memecahkan masalah (unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecakupan unsur yang diperlukan)
b.      Membuat model matematis dari situasi atau masalah sehari-hari.
c.       Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah (sejenis atau masalah baru) matematika atau di luar matematika.
d.      Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan serta memeriksa kebenaran hasil jawaba.
Selain itu indicator kemampuan pemecahan masalah menurut Ross (Suwangsih,2003, hlm. 14) antara lain.
a.       Siswa dapat menggunakan informasi untuk mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan yang memuat permasalahan.
b.      Siswa dapat merencanakan dan menentukan informasi dan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
c.       Siswa dapat memilih penggunaan operasi untuk memberikan situasi permasalahan.
d.      Siswa dapat mengorganisasikan, menginterpretasikan, dan menggunakan informasi yang relevan.
e.       Siswa dapat mengidentifikasi jalan alternative untuk menemukan solusi.
Dalam penelitian ini indikator yang akan peneliti gunakan adalah indikator yang dikemukakan oleh Sumarmo (Roshendi dalam Primandari,2013, hlm. 11) yaitu :
a.       Kemampuan memahami masalah
b.      Membuat model matematis
c.       Memilih dan menerapkan strategi untuk penyelesaian masalah
d.      Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan.

C.    Hubungan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Ruang kelas merupakan suatu tempat yang sangat baik untuk melaksanakan pembelajaran secara kooperatif. Di dalam ruang kelas, para siswa dapat diberi kesempatan bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama-sama. Para siswa juga diberi kesempatan untuk mendiskusiakan masalah, menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan masalah tersebut dengan masalah-masalah lain yang telah dapat diselesaikan sebelumnya.
Model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) tampaknya akan melatih para siswa untuk mendengarkan pendapat-pendat orang lain dan merangkum pendapat atau temuan-temuan dalam bentuk tulisan. Tugas-tugas kelompok seperti mengerjakan soal-soal aplikasi yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari akan dapat memicu siswa untuk bekerja sama, saling membantu satu sama lain dala mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dalam matematika akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu akan membangun rasa percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, hal tersebut akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika (math anxiety) yang banyak dialami para siswa (Suherman,2001, hlm. 217)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok dengan anggota yang heterogen dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan latar belakang yang berbeda. Pentingnya hubungan antara teman sebaya di dalam ruangan kelas tidak dapat dipandang remeh. Pengaruh teman sebaya dalam model pembelajaran ini dapat digunakan untuk tujuan-tujuan positif dalam pembelajaran matematika. Dengan adanya diskusi kelompok para siswa dapat memahami suatu masalah matematika dengan saling bertukar pendapat. Merencanakan penyelesaian masalah tersebut dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, melakukan perhitungan berdasarkan perencanaan  penyelesaiannya dan memeriksa kembali jawaban dari penyelesaian masalah tersebut. Dengan diskusi dalam kelompok, hal-hal yang disebutkan diatas akan lebih mudah untuk dilaksanakan karena saling bertukar pendapat dan pikiran satu sama lain
Diskusi dalam model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) sebagai persiapan siswa dalam menjalankan turnamen pada akhir pembelajaran. Para siswa menginginkan teman-teman dalam kelompoknya siap dan produktif di dalam kelas. Sehingga para siswa terdorong untuk mencapai prestasi akademik  yang baik. Para siswa termotivasi belajar secara baik, siap dengan pekerjaannya, dan menjadi penuh perhatian selama proses pembelajran.
Adanya permainan dan turnamen dalam model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) memungkinkan siswa lebih senag dan menyukai pelajaran matematika. Sebagian besar siswa tidak menyukai pelajaran matematika selain merasa sulit dalam memahami dan mengerjakan soal-soalnya, siswa juga merasa bosan dengan proses pembelajaran yang biasa dilakukan, sehingga  dalam proses pembelajaran matematika dibutuhkan suatu cara agar para siswa lebih senag dan tidak bosan saat belajar matematika.
D.    Penelitian Yang Relevan
Penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournamen (TGT) ini di dukung oleh penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang dipaparkan sebagai berikut
a.       Penelitian yang berjudul “Penggunaan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Pada Soal Cerita Matematika”. Oleh Fristina Nur Setyarti 2011. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan dilaksanakan di kelas V dengan jumlah siswa 31 orang yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dan diperoleh nilai rata-rata siswa dari siklus I yaitu 67,41 dengan ketuntasan belajar siswa sebesar 72% dengan kriteria baik. Siklus II diperoleh nilai rata-rata 84 dengan ketuntasan belajar siswa  sebesar 100% dengan kriteria sangat baik. Dengan demikian terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah terhadap penerapan model Problem Based Learning.
b.      Penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Team Game Tournament (TGT) Dengan Media Powerpoint Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V”. Oleh Indra Mugas 2010. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan dilaksanakan di kelas V dengan jumlah siswa 28 orang. Penelitian ini dilaksanakan dalam tigga siklus dan diperoleh nilai rata-rata siswa dari siklus I yaitu7,2 dengan ketuntasan belajar siswa sebesar 71,4% dengan kriteria baik. Siklus II niali rata-rata siswa 7,7 dengan ketuntasan belajar siswa sebesar 78,8% dengan kriteria baik. Siklus III nilai rata-rata yang diperoleh siswa 9,7 dengan ketuntasan belajar siswa sebesar 96,4% dengan kriteria sangat baik. Dengan demikian terdapat peningkatan kualitas pembelajran IPS terhadap penerapan model Team Game Tournament (TGT).
E.     Kerangka Pikir Penelitian
Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kemampuan utama yang diharapkan dimiliki siswa setelah ia mempelajari matematika. Proses pemecahan masalah adalah suatu proses ketika seorang siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajari sebelumnya yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun demikian, memecahkan maslah tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang telah diketahui melainkan juga menghasilkan pelajaran atau pengetahuan baru (Wena,2011, hlm. 52).
Salah satu upaya untuk meningkatkan pemecahan masalah matematika, guru sebagai fasilitator harus menempatkan siswa sebagai subjek, artinya siswa dilibatkan secara akktif supaya interaksi antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa dapat berjalan dengan optimal. Selain itu juga guru harus memiliki kemampuan dalam menguasi model pembelajaran yang sesuai dengan tipe belajar siswa, kondisi dan situasu serta materi yang akan di sampaikan yang nantinya akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam model pembelajaran. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis (Isjoni, 2012, hlm. 23). Sehingga setiap siswa kan lebih aktif  dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Selain itu juga, siswa kan lebih berani bertanya kepada teman sebayanya apabila tidak memahami suatu materi pelajaran. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang membuat siswa lebih aktif dan pembelajran yang menyenangkan adalah Team Game Tournament (TGT).
Berdasarkan pemaparan diatas, model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) adalah model pembelajaran yang menggunakan permainan dan turnamen dengan kelompok, dimana setiap siswa dapat berkontribusi dalam perolehan skor untuk kelompoknya masing-masing. Setiap siswa kan memiliki rasa tanggung jawab atas kelompoknya sehingga mereka lebih serius lagi dalam mengerjakan soal yang diberikan khususnya soal pemecahan maslaah matematis.
Model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) mengutamakan kerja kelompok dan kemampuan menyatukan intelegensi siswa yang berbeda-beda. Hal tersebut akan membuat siswa memiliki nilai dalam segi kognitif, afektif dan psikomotor secara merata antara satu siswa dengan siswa yang lain (Taniredja,2013, hlm. 72). Dengan demikian ketika siswa dihadapkan dalam spal pemecahan masalah, siswa dapat mengidentifikasi dan memahami pertanyaan-pertanyaan yang membuat permasalahan. Pembelajaran secara berkelompok dalam model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk saling berdiskusi dana bertukan pendapat dalam mengerjakan suatu permasalahan matematis, sehingga siswa dapat merencanakan dan menentukan informasi serta langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) adalah sebagi berikut:
1.      Pembentukan kelompok berdasarka prestasi akademiknya. Satu tim terdiri dari empat orang siswa yang beragam kemampuan akademiknya.
2.      Siswa diberi bahan ajar untuk dipelajari mengenai operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan.
3.      Setiap kelompok diberi lembar kerja kelompok mengenai materi penjumlahan dan pengurangan pecahan untuk di diskusikan dan dicari penyelesaian masalahnya,jika ada yang belum dimengerti siswa mengajukan pertanyaan pada kelompoknya dan jika anggota kelompoknya tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut maka langsung ditanyakan kepada guru.
4.      Meja turnamen disiapkan lengkap dengan kartu soal penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan kartu jawaban untuk diisi oleh siswa yang mewakili kelompoknya masing masing yang kemampuan akademiknya setara.
5.      Siswa yang memperoleh giliran pertama mengambil kartu soal dan membacakannya, siswa lain yang berada dalam satu meja turnamen mencoba untuk mengerjakannya.
6.      Pada akhir putaran pemenang akan mendapatkan satu kartu bernomor dan siswa yang kalah mengebalikan perolehan kartunya.
7.      Guru memberi penilaian kepada setiap kelompok siswa.
8.      Menyimpulkan materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan oleh siswa.
9.      Siswa mengerjakan soal evaluasi penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Dengan model pembelajran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) ini diharapkan siswa lebih aktif dalam belajar matematika dan senag dengan pelajaran matematika. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Skema kerangka pemikiran digambarkan pada gambar 2.4 sebagai berikut




Kemampuan Pemecahan Masalah
1.      Siswa belum mampu memehami masalah.
2.      Siswa belum mampu merencanakan penyelesaian.
3.      Siswa belum mampu menyelesaikan masalah sesuai rencana
4.      Siswa belum mampu mengecek jawaban.
Model Teams Games Tournaments (TGT) yaitu salah satu model pembelaharan kooperatif yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan system sekor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. 
Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Turnaments
1. Pembentukan kelompok berdasarka prestasi akademiknya. Satu tim terdiri dari empat orang siswa yang beragam kemampuan akademiknya.
2. Siswa diberi bahan ajar untuk dipelajari mengenai operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan.
3. Setiap kelompok diberi lembar kerja kelompok mengenai materi penjumlahan dan pengurangan pecahan untuk di diskusikan dan dicari penyelesaian masalahnya,jika ada yang belum dimengerti siswa mengajukan pertanyaan pada kelompoknya dan jika anggota kelompoknya tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut maka langsung ditanyakan kepada guru.
4. Meja turnamen disiapkan lengkap dengan kartu soal penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan kartu jawaban untuk diisi oleh siswa yang mewakili kelompoknya masing masing yang kemampuan akademiknya setara.
5. Siswa yang memperoleh giliran pertama mengambil kartu soal dan membacakannya, siswa lain yang berada dalam satu meja turnamen mencoba untuk mengerjakannya.
6. Pada akhir putaran pemenang akan mendapatkan satu kartu bernomor dan siswa yang kalah mengebalikan perolehan kartunya.
7. Guru memberi penilaian kepada setiap kelompok siswa.
8. Menyimpulkan materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan oleh siswa.
9. Siswa mengerjakan soal evaluasi penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Dugaan bahwa melalui pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Turnaments  dapat meningkatkan penguasaan materi dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
Kemampuan pemecahan Cmasalah matematika siswa meningkat
 






























Gambar 4 Skema Kerangka Pemikiran

F.     Definisi Operasional
Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terjadi kesalah pahaman terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, berikut definisi yang digunakan anatara lain :
1.            Teams Games Turnaments (TGT) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka dalam mengerjakan soal-soal pemecahan masalah matematis mengenai penjumlahan dan pengurangan pecahan.
2.            Kemampuan pemecahan masalah matematika dalam penyelesaian masalah adalah kemampuan siswa dalam memahami masalah penjumlahan dan pengurangan pecahan, membuat model matematis yang sesuai dengan permasalahan, memilih dan menerapkan strategi untuk penyelesaian masalah, dan menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan Keempat komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang dalam melakukan pemecahan masalah matematika. Langkah-langkah dalam penyelesaian soal pemecahan masalah matematika adalah memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan memeriksa kembali jawabannya.
A.    Setiing Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu sebuah penelitian yang dilakukan dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan. Adapun pengertian dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut Arikunto,dkk (2010, hlm. 3) adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih professional. Menurut Kasihani (1998, hlm. 32) Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu cara yang strategis  bagi guru untuk meningkatkan layanan pendidikan melalui penyempurnaan praktik pembelajaran di kelas. Sehubungan dengan hal tersesebut Penelitian Tindakan Kelas bermanfaat untuk membantu guru menghasilkan pengetahuan yang sahih dan relevan bagi kelas mereka untuk memperbaiki pembelajaran dalam jangka pendek. Raka Joni (dalam Kasihani 1998, hlm. 37)
Dengan Penelitian Tindakan Kelas ini (PTK) guru dapat meneliti sendiri tehadap pembelajaran yang di lakukannya di kelas, pnenelitian yang dilakukan dapat berupa penelitian terhadap segi interaksi siswa dalam proses pembelajran, penelitian terhadap proses pembelajaran secara reflektif. Jika pada tindakan pertama hasilnya kurangmemuaskan, maka akan di coba kembali pada tindakan selanjutnya.
PTK dilaksanakan dalam bentuk proses pengkajian bersiklus yang terdiri dari empat tahapan pokok, yaitu 1) Perencanaan (planning), 2) tindakan (action), 3) pengamatan (observation), 4) refleksi (reflektion). Hubungan antara keempat komponen tersebut menunjukan sebuah siklus kegiatan berulang.

Model Penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu Penelitian Tindakan Kelas model Kemmis dan MC Taggart. Model ini menyatukan komponen acting (Tindakan), dan observing (pengamatan) menjadi satu kesatuan.
Taniredja (2011, hlm. 24) mengemukakan bahwa model Kemmis dan MC Taggart pada hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau uraian-uraian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang keempatnya merupakan satu siklus.
Natalia dan Dewi (2008, hlm. 19-21) menjelaskan bahwa tahapan-tahapn yang dilakukan dalam setiap siklus penelitian Tindakan Kelas Yaitu:
1.                  Perencanaan Tindakan
Tahap perencanaan tindakan yaitu peneliti merencanakan jalannya pembelajaran. Perencanaan tindakan awal ini disusun dan bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan dalam studi pendahuluan. Penelitian tindakan kelas, diantaranya: Materi/ bahan ajar, RPP, serta teknik atau instrument yang digunakan dalam pengumpulan data pada saat observasi. Sedangkan rencana pada siklus berikutnya merupakan hasil refleksi dari siklus-siklus sebelumnya.
2.                  Pelaksanan Tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan merupakn proses pelaksanaan atas rencana yang sejak awal sudah disusun sebelumnya dalam proses perencanaan tindakan. Hal yang harus diperhatikan dalam tahap ini yaitu menyelaraskan relevansi antara tahap perencanaan dengan tahap pelaksanaan agar sejalan dengan maksud awal
3.                  Pengamatan Tindakan
Tahap pengamatan tindalan dilakukan pada saat pelaksannan tindakan berlangsung. Data yang dikumpulkan pada tahp ono berisi tentang pelaksaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil instruksional yang dikumpulkan melalui instrument yang dikembangkan oleh peneliti. Pengamatan ini dilakukan oleh mitra peneliti yang dinamakan observer.
4.                  Refleksi dari kegiatan yang sudaj dilaksanakan
Tahap refleksi merupakan tahap untuk memproses data yang didapt pada saat pengamatan tindakan. Peneliti mencari kejelasan dari data yang telah diperoleh untuk dianalisis dan kemudian disintesis. Refleksi yang telah di dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan siklus selanjtnya.

Langkah-Langkah Penelitian Model Kemmis dan Tagart dapat digambarkan sebagai berikut :
Perencanaan
           
                                                                                     
Siklus I

Pelaksanaan
Refleksi
Pengamatan

 



Perencanaan
                                                                        

Pelaksanaan
Refleksi
Siklus II

                                                                                  
                                                                       
Pengamatan

                                                                       

Hasil Penelitian

 


                                                                                               
Gambar 5 Siklus Model Kemmis dan McTaggart
(Arikunto, 2010, hlm. 16)





D.    Prosedur Penelitian
Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini mengacu pada model pengembangan oleh Kemmis dan Taggart. Model ini merupakan pengembangan dari Kurt Lewin, yaitu berbentuk spiral dari siklus satu ke siklus berikutnya. Setiap siklus meliputi empat tahap, yaitu tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
a.      Tahap Persiapan
Sebelum peneliti melaksanakan PTK, peneliti melakukan penelitian awal yaitu :
1)      Pembuatan surat izin observasi untuk sekolah yang bersangkutan.
2)      Permohonan izin kepada Kepala Sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.
3)      Observasi langsung ke sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.
4)      Identifikasi permasalahan, identifikasi ini dilakukan dengan cara melihat pembelajaran secara langsung di kelas dan melakukan wawancara dengan guru.
5)      Pembuatan proposal
6)      Pembuatan instrument penelitian
b.      Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari satu pertemuan.
Siklus I
1)      Perencanaan
a.       Guru menentukan materi pokok yang akan diajarkan, yaitu soal cerita mengenai penjumlahan pecahan.
b.      Menentukan Indikator Campaian Kompetensi (ICK) pada materi soal cerita mengenai penjumlahan pecahan yang akan digunakan pada siklus I.
c.       Merancang materi pembelajaran yang akan digunakan pada saat penelitian, dngan menyesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran Matematika.
d.      Menyusun perangkat pembelajaran (RPP dan alat tes) Matematika materi soal cerita mengenai penjumlahan pecahan dengan menerapkan model TGT.
e.       Menyiapkan lembar kerja siswa dengan menerapkan model TGT.
f.       Menyiapkan instrumen evaluasi pembelajaran yang dibuat berdasarkan ICK dan disesuaikan pula dengan indicator kemampuan pemecahan masalah.
g.      Menyiapkan instrument penelitian yang dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian dan data yang diperoleh dalam penelitian, berupa lembar observasi aktifitas guru dan siswa pada model TGT, serta lembar observasi kemampuan pemecahan masalah siswa.
h.      Membuat media pelajaran yang mampu menunjang pembelajaran materi soal cerita mengenai penjumlahan pecahan.
i.        Membuat kesepakatan dengan guru sebagai observer dan memberikan penjelasan kepada observer tentang hal-hal yang harus dilakukan dan menjelaskan instrument lembar observasi yang harus diisi oleh observer.
2)      Pelaksanaan
a.       Memberikan lembar observasi kepada observer untuk diisi.
b.      Melaksanakan pembelajaran matematika materi soal cerita penjumlahan pecahan dengan menerapkan model TGT.
c.       Melakukan tes siklus I untuk mendapatkan data mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa tentang materi soal cerita penjumlahan pecahan dalam pembelajaran matematika dengan menerapkan model TGT.
d.      Mencatat dan merekam semua aktifitas belajar yang terjadi oleh pengamat pada lembar observasi sebagai sumber data yang akan digunakan pada tahap refleksi.
e.       Diskusi dengan pengamat untuk mengklasifikasi hasil pengamatan pada lembar observasi.
f.       Melakukan wawancara kepada siswa, terhadap penerapan TGT untuk melihat respon siswa.
3)      Pengamatan
a.       Observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran matematika dengan penerapan model TGT
b.      Mengamati keterhubungan antara penerapan model pembelajaran TGT dengan proses dan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajran matematika pada materi penjumlahan pecahan.
4)      Refleksi
a.       Analisis terhadap semua data yang dikumpulkan dari penelitian tindakan pada siklus I.
b.      Menemukan point-point refleksi berdasarkan data siklus I.
c.       Menyimpulkan hasil refleksi tindakan, yang akan digunakan sebagai tindakan selanjutnya pada siklus II.
Siklus II
1)      Perencanaan
a.       Guru menentukan materi pokok yang akan diajarkan, yaitu soal cerita mengenai pengurangan pecahan.
b.      Menentukan Indikator Campaian Kompetensi (ICK) pada materi soal cerita mengenai pengurangan pecahan yang akan digunakan pada siklus II.
c.       Merancang materi pembelajaran yang akan digunakan pada saat penelitian, dengan menyesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran Matematika.
d.      Menyusun perangkat pembelajaran (RPP dan alat tes) Matematika materi soal cerita mengenai pengurangan pecahan dengan menerapkan model TGT.
e.       Menyiapkan lembar kerja siswa dengan menerapkan model TGT.
f.       Menyiapkan instrumen evaluasi pembelajaran yang dibuat berdasarkan ICK dan disesuaikan pula dengan indicator kemampuan pemecahan masalah.
g.      Menyiapkan instrument penelitian yang dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian dan data yang diperoleh dalam penelitian, berupa lembar observasi aktifitas guru dan siswa pada model TGT, serta lembar observasi kemampuan pemecahan masalah siswa.
h.      Membuat media pelajaran yang mampu menunjang pembelajaran materi soal cerita mengenai pengurangan pecahan.
i.        Membuat kesepakatan dengan guru sebagai observer dan memberikan penjelasan kepada observer tentang hal-hal yang harus dilakukan dan menjelaskan instrument lembar observasi yang harus diisi oleh observer.
2)      Pelaksanaan
a.       Memberikan lembar observasi kepada observer untuk diisi.
b.      Melaksanakan pembelajaran matematika materi soal cerita pengurangan pecahan dengan menerapkan model TGT.
c.       Melakukan tes siklus II untuk mendapatkan data mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa tentang materi soal cerita pengurangan pecahan dalam pembelajaran matematika dengan menerapkan model TGT.
d.      Mencatat dan merekam semua aktifitas belajar yang terjadi oleh pengamat pada lembar observasi sebagai sumber data yang akan digunakan pada tahap refleksi.
e.       Diskusi dengan pengamat untuk mengklasifikasi hasil pengamatan pada lembar observasi.
f.       Melakukan wawancara kepada siswa, terhadap penerapan TGT untuk melihat respon siswa.
3)      Pengamatan
a.       Observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran matematika dengan penerapan model TGT
b.      Mengamati keterhubungan antara penerapan model pembelajaran TGT dengan proses dan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajran matematika pada materi pengurangan pecahan.
4)      Refleksi
a.       Analisis terhadap semua data yang dikumpulkan dari penelitian tindakan pada siklus I.
E.     Teknik Pengumpulan Data
1.   Pengumpulan Data
a.      Lembar Observasi
      Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk menuliskan hasil observasi terhadap proses pembelajaran yang berlangsung dengan tujuan dapat memperoleh data yang dapat dijadikan bahan evaluasi bagi guru, apakah proses pembelajaran telah sesuai dengan rencana pembelajaran atau belum. Sasaran dalam lembar observasi adalah aktivitas guru dan siswa dalam penerapan model pembelajaran Team Game Tournament. Lembar observasi di buat berdasarkan RPP yang telah dirancang sebelumnya oleh guru untuk melakukan penelitian serta pedoman observasi yang telah di buat sebelumnya
b.      Catatan Lapangan
      Cacatan lapangan merupakan pelengkap dari lembar observasi. Catatan lapangan ditulis oleh peneliti yang berisi catatan yang diperoleh mengenai hasil pengamatan guru pada saat proses pembelajaran berlangsung. Catatan lapangan dicatat dengan jelas dan terperinci bertujan untuk mendapatkan data yang sedetai mungkin. Catatan lapangan juga berisi temuan yang tidak terdapat pada lembar observasi.
c.       Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
      Tes digunakan untuk memperoleh data peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis siswa yang dilakukan setelah siswa mendapatkan tindakan dengan penerapan model Team Game Tournament. Tes diberikan kepada siswa setiap akhir siklus untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa setelah proses pembelajaran.
d.      Wawancara
      Wawancara dilakukan untuk memperoleh data mengenai respon siswa terhadap membelajaran yang menggunakan model Team Game Taurnament untuk penyelesaian masalah yang berkaitan dengan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan. Wawancara dilakukan pada akhir siklus penelitian.
2. Pengolahan Data
      Setelah semua data diperoleh, maka dilakukan pengolahan data terhadap data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa data hasil tes pemecahan masalah matematis, sedangkan data kualitatif berupa lembar observasi siswa dan guru serta hasil wawancara. Prosedur analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
a.       Analisis Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif diperoleh dari hasil tes untuk mengetahui sejauh mana peningkatan pemecahan masalah siswa. Langkah-langkah dalam menganalisis data kuantitatif yaitu sebagai berikut.
a)      Penskoran terhadap jawaban siswa dengan rubric penskoran pemecahan masalah matematis siswa. (terlampir)
b)      Presentase tingkat keberhasilan pemecahan masalah matematis siswa berdasakrkan skor yang diperoleh dengan menggunakan rumus (dalam Lestari, 2014 hlm 41)
Presentase pemecahan masalah =  x 100%
c)      Menghitung rata-rata kemampuan pemecahan masalah
RKPM=  x 100
Ket : RKPM=  Rata-rata Kemampuan Pemecahan masalah
(Oktariany,2014, hlm. 31)

Tabel 2 Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah Matemati Siswa

Rentang Nilai
Klasifikasi
90 ≤ A ≤ 100
75 ≤ B < 90
55 ≤ C < 75
40 ≤ D < 50
0 ≤ E < 40
Sangat tinggi
Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat rendah
(Oktariany, 2014, hlm. 31)
d)     Menghitung ketuntasan perorangan berdasarkan skor yang diperolehnya. Analisis dilakukan dengan menggunakan aturan ketuntasan yang berlaku di SD Negeri Sj 3 dengan KKM adalah 70. Untuk mengetahui ketuntasan perorangan secara individu diperoleh dengan menggunakan rumus:
Ketercapaian Individu =  x 100
(Oktariany,2014 hlm. 30)
e)      Menghitung rata-rata ketuntasan individu maupun ketuntasan kalsikal berdasarkan nilai atau skor yang diperolehnya.

R= ∑X
      ∑N

Sumber: (Oktariany,2014, hlm. 29)
Keterangan:
R     : Nilai rata-rata
∑X  : Jumlah semua nilai siswa
∑N  : Jumlah siswa

f)       Menghitung ketuntasan klasikal untuk mengetahui hasil belajar di sebuah kelas. Hasil belajar sebuah kelas dinyatakn tuntas jika sekurang-kurangnya banyak siswa 70% telah tuntas belajar. Jika presentasi jumlah siswa yang tuntas kurang dari 70% maka kelas dinyatakan belum tuntas. Untuk menentukan skor presentase ketuntasan klasikal yang diperoleh digunakan rumus :
Presentase Ketuntasan Klasikal=  x 100%
(Oktariany,2014 hlm 30)
Jika ketuntasan klasikal belum tercapai, maka proses pembelajaran belum bisa dilanjutkan pada sub pokok bahasan selanjutnya dan guru merencanakan perbaikan pembelajaran selanjutnya dengan memilih  dengan memilih metode dan strategi yang tepat sampai ketuntasan dalam belajar terpenuhi,
b.      Analisis Data Kualitatif
Analisis data dalam penelitian kualitatif sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Nasution (dalam sugiyono, 2013, hlm. 336) menyatakan “analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.”
Selanjutnya dilapangan, peneliti menggunakan teknik analisis model miles and Huberman (sugiyono, 2013, hlm. 338) yang terdiri dari empat tahap sebagai berikut.
a.       Data reduction (reduksi data). Pada tahap ini peneliti memilih data, menggolongkan, dan membuang data yang tidak diperlukan. Kemudian mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik. Data didapat dari instrument pembelajaran dan instrument pengungkapan data yang telah dijelaskan sebelumnya.
b.      Data display (penyajian data), suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan peneliti dapat dilakukan. Sajian ini merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis. Sajian data ini harus mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan sebagai pertanyaan penelitian, sehingga narasi yang tersaji merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci untuk menceritakan dan menjawab setiap permaslahan yang ada. Pembeberan data dilakukan dengan sistematik, interaktif, dan inventif serta mantap sehingga memudahkan pemahaman terhadap apa yang terjadi . dengan demikian, penarikan kesimpulan dan penentuan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya akan mudah.
c.       Conclution drawing/verification, atau merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memantapkan simpulan dari tampilan data agar benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.seluruh hasil analisis yang terdapat dalam reduksi data maupun sajian data diambil suatu kesimpulan. Penarikan kesimpulan tentang peningkatan atau perubahan yang terjadi dilakukan secara bertahap mulai dari kesimpulan sementara, yang ditarik pada akhir siklus I, ke kesimpulan terevisi pada akhir siklus II. Kesimpulan yang pertama sampai dengan yang terakhir saling terkait dan simpulan pertama sebagai pijakan.
e.       Rencana Uji Keabsahan Data
Uji kredibilitas atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian dilakukan dengan trianggulasi teknik dan menggunakan bahan referensi. Trianggulasi teknik yang dimaksud adalah pengujian keabsahan data dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini, setelah siswa mengerjakan tes evaluasi, penelitian melakukan wawancara dengan siswa tentang cara ia mengerjakan evaluasi, kemudian berdiskusi dengan wali kelas dan menganalisis lembar observasi.

Tabel 3

Jadwal Penelitian

No
Nama kegiatan
September
Oktober
November
Desember
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4

1.                 
Perencanaan Proposal
X
X













2.                 
Identifikasi Masalah

X













3.                 
Siklus I
a.       Perencanaan
b.      Tindakan
c.       Observasi
d.      Refleksi








X




X
X
X











4.                 
Siklus II
a.       Perencanaan
b.      Tindakan
c.       Observasi
d.      Refleksi




X





X
X
X










5.                 
Pembuatan Laporan


X
X
X
X
X
X
X
X
X

























Arikunto, Suharsimi. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Dardiri, Y.H. (2007). Pengaruh Penggunaan Metode Lapangan Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Kesebangunan. Skripsi UIN Bandung : Tidak Diterbitkan.

Hudoyo, Herman. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Isjoni. (2012). Cooperative Learning. Bandung : Alfabeta..
Juhari, Heri. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : CV Pustaka Setia.

Kasbolah, Kasihani.(1998).Penelitian Tindakan Kelas. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan : Jakarta

Lie, Anita. (2008). Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : PT Grasindo .

Lestari.(2014).Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dan Motivasi Terhadap Prestasi Belajar Fisika Bagi Peserta Didik Kelas VII SMP [online].Diakses
Oktariany, Desi. (2015). Meningkatkan Komunikasi Matemtais Siswa SMP Kelas VIII dengan Menggunakan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT). Skripsi FPMIPA Universitas Inslam Negeri Bandung.
Purwanto, Ngalim. (2009). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluas. Bandung : PT Remaja Rosda Karya

Primandari.Arum H. (2010). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VIII Smp 2 Nanggulan dalam pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Bangun Ruang Menggunakan Model Kooperatif Tipe Think Pair  Squere. Skripsi, FPMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. [Online] diakses dari http;//eprints.uny.ac.id/1424/Skripsi.Arum.12.Pdf

Rusman. (2013). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.



Shadiq,Fajar.Belajar Memecahkan Masalah Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu
Slavin, E,R. (2010). Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media.
Sudjana,.Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sugiyono,(2013).Metode Penelitian Pendidikan.Bandung.Alfabeta
Suharsimi, Arikunto. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Suherman, Erman dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA Universitas Pendidikan Indonesia.
Suherman, Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : JICA Universitas Pendidikan Indonesia.
Suprijono, Agus. (2013). Cooperative Learning. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Susilawati, Wati. (2012). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung : CV. Insan Mandiri.
Susilawati, Wati. (2013). Perencanaan Pembelajaran Matematika. Bandung : CV. Insan Mandiri.
Suwangsih,E (2003) Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Kooperatif. Tesis.PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan
Taniredja, Tukiran. (2013). Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efektif. Bandung : Alfabeta.


1 komentar: