Daftar Isi
Daftar
Tabel
Tabel 1. Keriteria Penghargaan
Kelompok ……………………….16
Tabel 2. Keriteria Kemampuan
Pemecahan Masalah …….………43
Tabel 3. Jadwal Penelitian
……………………………… … ……..46
Daftar
Gambar
Gambar 1. Skema Pembagian Tugas
Dalam Turnamen Akademi …….14
Gambar 2. Penempatan Siswa Dalam
Turnamen …………………….15
Gambar 3. Tahapan Penyelesaian
Masalah Menurut Polya …………..24
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran
………………………………31
Gambar 5. Siklus Model Kemmis dan
MC Taggart ………………….36
A.
Judul
Penelitian
PENERAPAN
MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME
TOURNAMENT(TGT) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
SISWA SD
Matematika
sangatlah penting dikuasai oleh siswa karena hampir segala aspek kehidupan
manusia membutuhkan matematika. Para siswa memerlukan matematika untuk
berhitung, menghitung isi dan berat suatu benda, mengumpulkan, mengolah,
menyajikan, dan menafsirkan data, menggunakan kalkulator dan computer dan lain
sebagainya. Selain itu, pengetahuan matematika juga diperlukan siswa agar mampu
mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut. Orang biasa memerlukan matematika
agar dapat berdagang dan bekerja, berkomunikasi melalui tulisan/gambar seperti
membaca grafik dan presentasi, membuat catatan-catatan dengan angka, membaca
informasi yang disajikan dalam bentuk persen, tabel dan diagram, dan lain-lain.
Dengan demikian matematika sangat bermanfaat baik bagi siswa maupun masyarakat
pada umumnya.
Meskipun
matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, banyak kalangan termasuk para siswa di
sekolah yang tidak menyukai pelajaran matematika, sehingga para siswa kurang
bersungguh-sungguh dalam mempelajari matematika. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, di antaranya adalah kesulitan siswa dalam memahami
konsep-konsep matematika. Kesulitan siswa dalam mempelajari matematika juga
dipengaruhi dengan ketidakmauan mereka untuk
bertanya tentang materi yang belum dipahaminya.
Mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Di dalam
pembelajaran matematika diharapkan dapat “Menumbuhkembangkan kemampuan bernalar
yaitu berfikir sistematis, logis dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan
atau dalam permasalahan ”(Depdikbud,1993, hlm. 40)
Hal
ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar dalam Standar Isi Kurikulum Satuan Pendidikan
(Permendiknas no 22 tahun 2006) dimana salah satu tujuan pembelajaran
matematika adalah agar siswa memiliki “ Kemampuan memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh”.
Kemampuan
pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kemampuan yang penting dan
harus dimiliki oleh peserta didik. Menurut Branca (Wati, 2012, hlm.72)
pemecahan masalah merupakan tujuan umum dalam pembelajaran matematika, bahkan
sebagai jantungnya matemetika artinya kemampuan pemecahan masalah merupakan
kemampuan dasar dalam belajar matematika.
Oleh karena itu, kemampuan tersebut perlu dikembangkan dalam diri
peserta didik. Akan tetapi hal tersebut masih dianggap sulit dalam proses
pembelajaran matematika baik bagi siswa yang mempelajarinya maupun bagi guru
yang mengajarkannya. Akibatnya, kegiatan pemecahan masalah masih dalam
pembelajaran matematika di sekolah dasar belum dijadikan sebagai kegiatan yang
diutamakan, sehingga tingkat keberhasilan siswa dalam aspek penguasaan
pemecahan masalah matematika masih rendah.
Begitu
pula yang terjadi di SDN Cikapundung 2 berdasarkan pengamatan dan wawancara
kepada guru kelas V di sekolah tersebut, peneliti menemukan bahwa di lapangan
masih banyak siswa yang kurang mampu
melakukan pemecahan masalah. Terutama pada penyelesaian soal cerita yang
membahas pecahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang peneliti amati
sekolah tersebut, di antaranya karena
faktor : (1) pembelajaran masih menggunakan metode konvensional yang berpusat
pada guru sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran serta pembelajaran
lebih individual yang menyebabkan interaksi antara siswa dengan siswa kurang
terjadi dengan baik pada saat proses pembelajaran. (2) Rendahnya kemapuan siswa
dalam memahami setiap permasalahan pada soal cerita sehingga berdapak pada
kemampuan perencanaan penyelesaian soal cerita tersebut yaitu, (3) siswa
kesulitan dalam menyelesaikan masalah yaitu siswa kesulitan melaksanakan
perhitungan yang berhubungan dengan materi pecahan yang mendukung proses
pemecahan masalah. Dapat di jelaskan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan tes evaluasi
pada materi oprasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas V SDN
Cikapundung 2 ,menyatakan bahwa hanya
32% saja siswa yang dinyatakan tuntas dengan nilai KKM pada mata pelajaran
matematika yaitu 70. di dapatkan bahwa dari hasil tes tersebut nilai siswa
masih di bawah KKM yaitu kurang dari 70. Dalam mengerjakan soal matematika
tersebut, terdapat beberapa siswa yang belum mampu memahami masalah,
merencanakan penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal tersebut
Pembelajaran
matematika sebenarnya sangat menyenangkan, akan tetapi diperlukan motivasi belajar yang tinggi, semangat
belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Berdasarkan hal
tersebut, upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa merupakan
tanggung jawab guru. Salah satuupaya tersebut adalah dengan senantiasa
memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah dasar. Setiap guru dituntut untuk
menguasai beberapa model pembelajaran matematika yang tepat agar mampu
menyampaikan materi ajar dengan tidak terpaku pada satu model. Hal ini
disebabkan setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Karena
setiap model pembelajaran ada yang cocok untuk digunakan dalam mengajarkan
suatu materi, namun tidak cocok untuk mengajar materi lain.
Model
pembelajaran kooperatif dapat diterapkan dalam rangka meningkatkan kemempuan
pemecahan masalah matematika siswa. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa
untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam
suasana belajar yang terbuka dan demokratis (Isjoni, 2012, hlm. 23). Model
pembelajaran ini telah terbukti dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran
dan berbagai usia (Isjoni,2012, hlm.16). Hal tersebut akan memicu semangat
siswa untuk saling membantu memecahkan masalah yang dihadapi.
Ada
banyak tipe pembelajaran yang dapat digunakan dalam model pembelajaran
kooperatif. Salah satunya adalah Team
Game Tournament(TGT). Pada pembelajaran ini, para siswa diarahkan
mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi
(Slavin,2005, hlm. 170). Setelah pembelajaran kelompok, siswa dihadapkan pada
sebuah turnamen akademik. Fungsi turnamen yaitu untuk memberi motivasi belajar
kepada siswa. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan diperoleh hasil
belajar yang memuaskan.
Penyajian
kelas dalam pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Game Tournament(TGT) tidak berbeda dengan pembelajaran biasa, hanya
pengajarannya lebih difokuskan pada materi yang sedang dibahas saja (Taniredja,
2013, hlm.67). Selain itu juga, pada model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament(TGT) ini ada satu
tahapan yaitu tahap permainan yang akan membuat siswa tidak jenuh dan bosan
terhadap pelajaran matematika bahkan mungkin akan menyukai matematika. Dengan
demikian mereka akan memperhatikan dengan serius selama pengajaran berlangsung
yang pada akhirnya akan berpengaruh baik terhadap kemampuan matematika siswa,
khususnya kemampuan pemecahan masalah matematis.
Kelebihan
dari model pembelajaran kooperatif tipe Team
Game Tournament(TGT) adalah setiap siswa akan lebih bebas berinteraksi dan menggunakan pendapatnya,
rasa percaya diri siswa akan lebih meningkat, kondisi di kelas akan lebih
kondisuif, motivasi belajar siswa bertambah, meningkatkan sikap toleransi baik
itu antar guru dan siswa maupun siswa dengan siswa dan membuat interaksi
belajar dalam kelas lebih menyenangkan dan tidak membosankan (Taniredja,2013,
hlm.73). Dari kelebihan-kelebihan model pembelajaran ini diharapkan setiap
permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran di kelas V SDN SJ di Kota Bandung
bisa diselesaikan dengan menggunakan model pembelajaran ini.
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan di atas, makan akan dilakukan penelitian
yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
kelas V SDN Cikapundung 2 melalui model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament(TGT). Adapun judal
penelitian ini adalah : “PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMENT(TGT)
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SD”.
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, di peroleh rumusan
umum sebagai berikut : “bagaimana bentuk penerapan model pembelajaran Team Game Tournament untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa SD dalam materi pecahan?”. Kemudian, untuk memperoleh jawaban atas
pertanyaan tersebut, maka secara khusus dibuat dua pertanyaan penelitian
sebagai berikut.
1. Bagaimana
perencanaan penerapan model pembelajaran Team
Game Tournament (TGT) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa SD?
2. Bagaimana
proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Team Game Tournament (TGt) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa SD?
3. Bagaimana
hasil peningkatan kamampuan pemecahan
masalah matematis siswa dalam materi pecahan dengan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT)?
Berdasarkan
rumusan masalah, secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bentuk
penerapan model pembelajaran Team Game
Tournament untuk meningkatkan pemecahan masalah matematis siswa SD dalam
materi pecahan. Kemudian, tujuan khusus penelitian ini terdiri dari dua pertanyaan
penelitian sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan
perencanaan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SD.
2. Mendeskripsikan
proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran Team Game Tournament(TGT) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
matematis siswa dalam materi pecahan.
3. Mengetahui
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam materi pecahan
dengan menggunakan model pembelajaran Team
Game Tournament(TGT).
Penelitan
Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan diharapkan memiliki manfaat untuk semua
pihak. Manfaat termaksud sebagai berikut:
1. Manfaat
Teoritis
Memberikan
masukan bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk memberikan
variasi dan memperbaiki serta meningkatkan kualitas pembelajaran yang
disesuaikan dengan tujuan materi, karakteristik siswa dan kondisi pembelajaran.
2. Manfaat
Praktis
a. Bagi
Peneliti
-
Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan pengalaman langsung bagi peneliti dalam pembelajaran matematika
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament(TGT).
b. Bagi
siswa
-
Membantu siswa dalam meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis pada materi pecahan.
-
Meningkatkan daya ingat memori jangka
panjang siswa pada materi pecahan.
-
Siswa mendapatkan pengalaman belajar
baru dengan model pembelajaran yang bervariatif dan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas belajarnya khususnya dalam pemecahan masalah matematis.
c. Bagi
Guru
-
Memberikan pengetahuan tambahan mengenai
manfaat penerapan model pembelajaran Team
Game Tournament(TGT).
-
Memberikan informasi untuk
menyelenggarakan pembelajaran yang inovatif dengan menggunakan model
pembelajaran Team Game Tournament(TGT)
-
Sebagai bahan masukan untuk dapat
menentukan model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam mata pelajaran
matematika sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.
d. Bagi
LPTK
-
Memberikan gambaran dan bahan
pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.
-
Memberikan motivasi untuk penelitian
selanjutnya sehingga inovasi dalam
penerapan model pembelajran Team Game
Tournament(TGT) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata
pelajaran matematika.
A.
Model
Pembelajaran Kooperatif
1. Model Pembelajaran Kooperatif dalam
Pembelajaran Matematika.
Pembelajaran
adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta
didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya
efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.
Cooperative
learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama
dengan saling membantu sesame anggota dalam satu kelompok atau satu tim. Slavin
mengatakan (Isjoni,2014, hlm.15) “In
cooperative learning methods, student work together in four member teams to
master material initially presented by the teacher”. Berdasarkan uraian
tersebut dapat diungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode
pembelajarab dimana sistem pembelajarannya dilakukan secara berkelompok dengan
kelompok-kelompok kecil yang beranggota 4-6 orang pada setiap kelompok secara
kolaboratif sehingga dapat membuat siswa lebih bergairah pada saat proses
pembelajara
Menurut Agus
(2010, hlm. 54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru
atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan
serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu
peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan
bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Inti dari pembelajaran kooperatif (Slavin,2005, hlm. 8) dimana para siswa duduk
bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi
yang disampaikan oleh guru. Anggota setiap kelompoknya dilakukan secara
heterogen yang terdiri dari siswa yng berprestasi tinggi, sedang, dan rendah,
laki-laki dan perempuan, dan berasal dari latar belakang etnik berbeda.
Pembelajaran kooperatif yang kadang-kadang disebut kelompok pembelajaran (group learning), adalah istilah generik
bagi bermacam prosedur instruksional yang melibatkan kelompok kecil yang
interaktif. Siswa bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas akademik dalam
suatu kelompok kecil untuk saling membantu dan belajar bersama dalam kelompok
mereka serta kelompok pasangan yang lain (Samani,2012, hlm. 16)
Menurut Lie
Anita (2008, hlm. 41), pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
dengan menggunakan sistem pengelompokan secara heterogen, yaitu antara tiga
sampai lima siswa yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, suku yang
berbeda-beda dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan. Sedangakan Suherman (2003, hlm. 239-241) mengungkapkan bahwa
pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang saling bekerjasama untuk memecahkan masalah atau
mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.
Dari beberapa
definisi mengenai pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok dengan
anggota tiga samapi lima orang yang heterogen dengan kemampuan akademik, jenis
kelamin, suku yang berbeda-beda. Pembelajaran kooperatif dapat membuat siswa
lebih semangat dan bergairah pada saat mengikuti pembelajaran di kelas sehingga
tujuan pembelajran yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik.
Pelaksanaan
model pembelajran kooperatif membutuhkan partisifasi dan kerjasama dalam
kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar
siswa menuju belajar yang lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa
perilaku social. Tujuan utama dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif adalah agar siswa dapat belajar secara
berkelompok dengan teman-temannya yaitu dengan cara saling menghargai setiap
perbedaan yang ada dalam kelompoknya tersebut dan memberikan kesempatan kepada
orang lain untuk mengemukakan gagasannya ketika sedang belajar secara
berkelompok (Isjoni,2014, hlm. 21).
Pada hakikatnya
pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok, maka dari itu banyak guru
yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara pembelajaran kooperatif dengan
kerja kelompok. Walaupun pembelajaran kooperatif dilaksanakan secara
berkelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan pembelajaran
kooperatif. Roger dan David Johnson
(Lie,Anita,2008, hlm. 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat
dianggap pembelajaran kooperatif, ada 5 unsur model pembelajaran kooperatif
yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka,
komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Lima unsur tersebut
yang membedakan pembelakaran kooperatif dengan kerja kelompok seperti biasamya.
Pembelajaran
kooperatif dalam matematika akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap
positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu membangun
kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam
matematika. Menurut Suherman (2001, hlm. 219) ada beberapa cara menggunakan
pembelajaran kooperatif dalam matematika bagi siswa disekolah yaitu : Pertama,
dengan memanfaatkan pekerjaan rumah, dengan membentuk siswa dalam beberapa
kelompok yang heterogen dan meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan
hasil pekerjaan rumahnya antara siswa yang berada dalam satu kelompoknya masing-masing.
Kedua, pembahasan materi baru, setelah guru menyampaikan materi pelajaran, para
siswa bergabung dengan kelompoknya untuk berdiskusi dan menyelesaikan soal
latihan.
Dalam kooperatif
terdapat beberapa variasi model yang dapat di terapkan dalam proses
pembalajaran. Menurut Taniredja (2015, hlm. 64-80) model pembelajaran
kooperatif diantaranya: 1) Student Teams
Achievement Division (STAD), 2) Team
Game Tournament (TGT), 3) Group
Investigation (GI).
2. Team
Game Tournament
(TGT) dalam Pembelajaran Matematika
a.
Pengertian Team Game Tournament (TGT) dalam Pembelajaran
Matematika.
Salah satu tipe
model pembelajaran kooperatif adalah Tipe Team
Game Tournament (TGT). Team Game
Tournament dikembangkan oleh Devries dan Slavin di Universitas John
Hopkins, TGT merupakan kegiatan pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
kegiatan pembelajaran, kelompok belajar dan pertandingan antar kelompok, dalam
TGT siswa dibagi kedalam beberapa kelompok heterogren yang beranggotakan 4-5
orang. (Rohida,2015 hlm 338). Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model
pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen akademik dimana para siswa
berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademiknya
setara (Taniredja, 2013, hlm. 66). Model
pembelajaran ini mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung
unsur permainan. Dalam pembelajaran matematika, unsur permainan ini sangat
dibutuhkan agar siswa tidak merasa bosan dan bisa menyukai pelajaran
matematika.
b.
Komponen
Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game
Tournament (TGT) dalam Pembelajaran Matematika.
Komponen-komponen
dalam Team Game Tournament (TGT) yang
diungkapkan Slavin (2005, hlm. 166) meliputi presentasi kelas, belajar
kelompok, permainan, turnamen, dan penghargaan kelompok.
1) Presentasi
Kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan
materi secara garis besar, biasanya dilakukan dengan ceramah atau diskusi
langsung yang dipimpin oleh guru. Pada saat presentasi kelas ini siswa harus
benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena
akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saar kelompok dan pada saat
permainan. Dalam pembelajaran matematika, dengan menggunakan alat peraga akan
mempermudah dalam menyampaikan materinya. Karena dengan media atau alat peraga
akan lebih menarik perhatian dan minat siswa untuk memahami materi yang di
sampaikan oleh guru.
2) Belajar
Kelompok
Kelompok biasanya terdiri dari 3-5 siswa
yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan
ras atau etnik fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama
teman kelompoknya agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat turnamen. Pada
tahap inilah siswa saling berdiskusi, tukar menukar ide dan pengalaman untuk
memecahkan masalah. Dengan memberikan soal aplikasi yang harus diselesaikan
oleh setiap kelompok.
3) Permainan
Permainan disusun dari
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk mengetes pengetahuan siswa yang
diperoleh dari presentasi kelas dan latihan tim. Permainan dimainkan pada meja
yang terdiri dari empat siswa dengan kemampuan akademik yang sama, tiap-tiap
siswa mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan permainan yang digunakan berupa
pertanyaan-pertanyaan yang diberi nomor dan disajikan pada lembar pertanyaan
yang berbentuk kartu saol. Setiap siswa mengambil sebuah kartu yag diberi nomor
dan menjawab pertanyaan sesuai pada kartu tersebut. Berdasarkan gambar 2.1 di halaman 13 setiap siswa mempunyai
tugasnya masing-masing secara bergiliran dan mempunyai kesempatan yang sama
setiap pemainnya. Dalam pengambilan soal disesuaikan dengan nomor pada kartu
bernomor yang siswa ambil dalam meja turnamen.
Pemain Pertama
1.
Mengambil kartu bernomor
2.
Membaca pertanyaan dengan suara yang keras
|
Pemain Kedua
1.
Mencoba menjawab pertanyaan
2.
Menantang lawan main dengan memberikan
kesempatan untuk menjawab.
|
Pemain Ketiga
1.
Ikut mencoba menjawab pertanyaan (jika
pemain kedua tidak bisa menjawab pertanyaan atau salah menjawab pertanyaan)
2.
Menantang bila mempunyai jawaban berbeda
dengan pemain kedua
|
Pemain Keempat
1.
Menghitung waktu yang diberikan
2. Cek
lembar jawaban dan menulis skor
3.
Ikut menjawab pertanyaa (Jika pemuain ke
tiga tidak bisa menjawab pertanyaan atau salah dalm menjawab)
|
Gambar
1 Skema Pembagian Tugas dalam Turnamen Akademik
4)
Turnamen
Turnamen
dilakukan dengan cara mengumpulkan masing-masing satu siswa yang memiliki
kemampuan sama dari berbagai kelompok pada satu meja. Apabila sebuah kelompok
berisi siswa dengan empat kemampuan berbeda maka akan disediakan empat meja
pada kegiatan turnamen ini. Pengelompokan siswa berdasarkan kemmapuan
akademiknya bertujuan agar siswa dapat berkontribusi bagi kelompoknya.
Setiapmeja turnamen terdiri dari perwailan tiap-tiap kelompok dengan kemampuan
akademik yang relative sama. Misalnya untuk meja turnamen satu, terdiri dari
perwakilan tiap kelompok yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi, meja
turnamen dua dan tiga terdiri dari perwakilan tiap kelompok yang memaliki
kemampuan akademik yang sedang, dan meja 4 terdiri dari perwakilan tiap
kelompok yang memiliki kemampuan
akadmeik yang rendah. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2.2
Team A
Tinggi Sedang Sedang Rendah
|
Meja Turnamen 1
|
Meja Turnamen 2
|
Meja Turnamen 3
|
Meja Turnamen 4
|
Team
C
Tinggi Sedang Sedang Rendah
|
Team
B
Tinggi Sedang Sedang Rendah
|
Gambar 2 Penempatan
siswa dalam Turnamen Akademik(Slavin,2005,hlm 168)
5)
Penghargaan Kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif, penghargaan diberikan
kepada kelompok bukan kepada individu siswa. Ada tiga tingkat penghargaan diberikan
berdasarkan pada skor tim rata rata, yaitu:
Tabel 1 Kriteria penghargaan Kelompok
Skor Team
|
Penghargaan
|
30-40
|
Good
team (tim baik)
|
40-45
|
Great
team (tim hebat)
|
>45
|
Super
team (tim super)
|
(Oktariany,2014, hlm. 13)
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT berupaya
menggabungkan tujuan kooperatif dan kompetitif.dalam proses pembelajaran Team Game Tournamen (TGT), baik tujuan
kooperatif maupun kompetitif keduanya saling mendukung. Membangunh hubungan
yang positif melalui tujuan kooperatif membantu menjaga kompetisi agar sesuai
harapan, siswa dapat menikmati aktivitas belajarnya, baik menang maupun kalah.
Seblaiknya, mealui struktur belajar kompetitif, siswa tidak akan pasif dalam
kelompoknya, melainkan siswa akan merasa tertantang dan berusaha mendapatkan
nilai seabaik baiknya.
Dari keterangan diatas, model pembelajaran koperatif
tipe Teams Game Tournament (TGT)
merupakan model pembelajaran yang meiputi prestasi kelas oleh guru, belajar
kelompoik dimana siswa dikelompokan dengan kelompok yang heterogen yang terdiri
dari tiga sampai lima siswa dan mempelajari materi bersama, turnamen berupa
permainan dimana siswa dikelompokan dalam kelompok bermain yang berkemampuan
akademik homogen yang terdiri dari tiga sampai lima siswa dan saling
bertanding, serta kelompok yang mencapai kriteria tertentu mendapat
penghargaan.
Dengan model yang mengutamakan
kerja kelompok dan kemampuan menyatiukan intelegesi siswa yang berbeda beda
akan dapat membuat siswa mempunyai nilai dalam segi kognitif, afektif, dan
prikomotor secara merata satu siswa dengan siswa yang lain.
c. Langkah-langkah Penbelajaran Kooperatif Tipe
Teams Game Tournamen (TGT) Dalam
Pembelajaran Matematika
Langkah-langkah dan aktivitas pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) menurut Slavin (2005, hlm. 173) adalah
sebagai berikut.
1.
Pembentukan kelompok berdasarka prestasi
akademiknya. Satu tim terdiri dari empat orang siswa yang beragam kemampuan
akademiknya.
2.
Siswa diberi bahan ajar untuk dipelajari
dan dipahami. Bahan ajar disampiakan secara langsung oleh guru dengan melakukan
diskusi bersama-sama untuk menyelesaikan saol.
3.
Setiap kelompok diberi soal aplikasi
untuk berdiskusi dan dicari penyelesaian masalahnya, siswa mengajukan
pertanyaan pada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
4.
Meja turnamen disiapkan lengkap dengan
kartu soal dan kartu jawaban untuk diisi oleh siswa yang mewakili kelompoknya
masing masing yang kemampuan akademiknya setara.
5.
Siswa yang memperoleh giliran pertama
mengambil kartu soal dan membacakannya, siswa lain yang berada dalam satu meja
turnamen mencoba untuk mengerjakannya.
6.
Pada akhir putaran pemenang akan
mendapatkan satu kartu bernomor dan siswa yang kalah mengebalikan perolehan
kartunya.
7.
Guru memberi penilaian kepada setiap
kelompok siswa dan memberikan penghargaan kepada setiap kelompok sesuai dengan
skor yag didaptkan oleh kelompoknya
8.
Guru meminta salah satu siswa untuk
menyimpulkan materi pembelajaran yang telah di pelajari pada hari itu.
9.
Siswa memberikan soal evaluasi berupa
tes isian untuk di selesaikan oleh siswa.
d. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran
Kooperatif Team Game Tournamen (TGT) Dalam Pembelajaran Matematika
Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT mengacu pada kelebihan yang dimiliki model TGT. Adapun kelebihan model TGT
menurut Taniredja (2013, hlm. 75) adalah
sebagai berikut
1.
Dengan pembelajaran kooperatif, siswa
akan memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya.
2.
Rasa percaya diri siswa menjadi lebih
tinggi.
3.
Kemungkinan saling mengganggu antara
siswa satu dengan siswa lain menjadi lebih kecil.
4.
Motivasi belajar siswa bertambah.
5.
Pemahaman yang leih mendalam terhadap
pokok bahasan yang dipelajari.
6.
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan,
toleransi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru.
7.
Siswa dapat mempelajari suatu pokok
bahasan dengan seluruh potensi yang ada dalam siswa tersebut, selain itu
kerjasama antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru akan membuat
interaksi belajar dalam kelas menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan,
Di samping
kelebihan yang dimiliki model TGT terdapat kekurangan pada model tersebut.
Kekurangan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menggunakan
model pembelajaran TGT, atau bahkan dapat dipersiapkan sebelumnya untuk
mengatasi kekurangan yang ada pada model TGT dan mengantisipasi timbulnya
kekurangan tersebut dalam proses pembelajaran. Menurut Tanuredja (2013, hlm.
75) kekurangan pada model TGT adalah sebagai berikut.
1.
Sering terjadi dalam kegiatan
pembelajaran semua siswa tidak ikut serta mengeuarkan pendapatnya.
2.
Kekurangan waktu untuk proses
pembelajaran.
3.
Kemungkinan terjadi kegaduhan jika guru
tidak dapat mengelola kelas
B.
Pemecahan
Masalah Matematika
1. Pengertian masalah dalam matematika
Di dalam
kehidupan sehari hari, kita tidak akan terlepas dari masalah, mulai dari
masalah yang sederhana sampai yang kompleks. Disadari atau tidak setiap hari
kita harus meyelesaikan berbagai masalah. Suatu masalah bisa dikatakan
relative, tergantung kepada seseorang menanggapi masalah yang dihadapinya. Bagi
kita, situasi tertentu bisa dianggap sebagai suatu masalah, tetapi menurut
orang lain situasi tersebut belum tentu dianggap sebagai masalah. Suatu situasi
merupakan masalah bagi seseorang bila situasi itu baru ia temukan dan situasi
utu merupaka tindakan penyeselaian yang belum diketahui prosedur
penyelesaiannya.
Banyak pendapat
para ahli yang mendefinisikan masalah dalam berbagai sudut pandang. Bell
(Susilawati, 2012, hlm. 72) mengemukakan bahwa suatu situasi dikatakan masalah
bagi seseorang jika ia menyadari keberadaan situasi tersebut, mengakui bahwa
situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak dengan segea dapat menemukan
pemecahannya. Sedangkan Gough (Susilawati, 2012, hlm. 72) mengartikan bahwa
masalah sebagia suatu tugas yang apbila kita membacanya, melihatnya, atau
mendengarnya pada waktu tertentu, dan kita tidak mapu menyelesaikannya pada
waktu itu juga. Suherman (2001, hlm. 86) mengemukakan bahwa masalah merupakan
suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak
tahu secara langsung apa yang harus dikerjakannya.
Demikian juga
dengan masalah dalam pelajaran matematika, beberapa ahli telah mengemukakan
pendapatnya, Hudoyo (1998, hlm. 26) mengemukakan bahwa suatu pertanyaan
merupakan masalah apabila pertanyaan tersebut menantang untuk dijawab yang
jawabannya tidak bisa dilakukan secara rutin saja, lebih lanjut pertanyaan yang
menantang ini menjadi masalah bagi seseorang bila orang itu menerima tantangan
itu. Selanjutnya, suatu persoalan merupakan masalah bagi siswa: pertama, ila
siswa belum mempunyai prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya,
kedua, siswa harus mampu menyelesaikannya, dan ketiga bila ada niat
menyelesaikannya menurut Ruseffendi (Hartati, 2008, hlm. 32)
Berdasarkan
beberapa pendapat yang diuraikan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa situasi
tertentu atau suatu persoalan dapat dikatakan suatu masalah dalam pembelajaran
matematika jika siswa tersebut belum memiliki metode penyelesaiannya, siswa
dituntut untuk menyelesaikannya, dan siswa tertantang untuk menyelesaikan soal
atau pertanyaan tersebut. Untuk menyelesaikan soal atau suatu pertanyaan yang
memuat masalah siswa harus menguasai hal hal yang telah dikuasai sebelumya.
2. Pengertian Pemecahan Masalah Dalam
Matematika.
Pemecahan
masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena
dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh
pengalam menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk
diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan
ini, aspek aspekkemampuan matematik penting seperti penerapan aturan pada
masalha tidak rutin, menentukan pola, menggeneralisasikan, komunikasi
matematik, dan lain lain dapat dikembangkan secara lebih baik.
Dalam
pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan suatu tujuan yang hendak
dicapai. Menurut KTSP, tujuan dari pembelajaran mateatika adalah peserta didik
dapat memahami konsep matematika menggunakan penalaran, memecahkan,
mengkomunikasikan gagasan, symbol, tabel, dan diagram serta memiliki sikap
menghargai kegunaan martematika. Tuntukan akan kemampuan pemecahan masalah
siswa dalam kompetesi dasar harus dikembangkan dan di intergasikan pada
sejumlah materi yang sesuai.hal tersebut sejalan dengan teori belajar yang
dikemukakan oleh Gagne (Suherman, 2001, hlm. 83), bahwa keterampilan
intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Hal
tersebut dapat dipahami karena pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang
paling tinggi yang dikemukakan oleh Gagne.
Menurut
Polya (Dardiri, 2007, hlm.28) menjelaskan bahwa :
Pemecahan
masalah merupakan suatu aktivitas intelektual yang sangat tinggi sebab dalam
pemecahan masalah siswa harus dapat menyelesaikan dengan menggunakan aturan
aturan yang telah dipelajari untuk membuat rumusan masalah. Aktivitas mental
yang dapat dijangkau dalam pemecahan masalah antara lain adalah mengingat,
mengenal, menjelaskan, membedakan, menerapkan, menganalisis dan mengvaluasi.
Pemecahan masalah adalah proses melibatkan suatu
tugas yang metode pemecahannya belum diketahui lebih dahulu, untuk mengetahui
penyelesaiannya siswa hendak mematangkan pengetahuan mereka, dan melalui proses
ini mereka sering mengembangkan pengetahuan baru tentang matematika, sehingga
pemecahan masalah merupakan bagian tak terpisahkan dalam semua bagian
pembelajaran matematika, dan juga tidak harus diajarkan secara terisolasi dari
pembelajaran matematika (Turmudi, 2008, hlm. 1).
Branca dalam Susilawati (2012, hlm. 73) menyatakan
bahwa secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah pemecahan
masalah (Problem solving) dalam pembelajaran matematika, yaitu :
a. Problem solving as a goal.
Bila
pemecahan masalah ditetapkan sebagai tujuan pembelajaran, maka pembelajaran
yang berlangsung tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur,
atau metode, dan juga isi matematika. Angapan yang penting dalam hal ini adalah
bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan masalah (solve problem)
mesupakan “alasan utama” (primary reason) beajar matematika.
b.
Probem
solving as a process
Pengertian
tentang problem solving adalah sebagai sebuah proses yang dinamis, dalam aspek
ini problem solving dapat diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala
pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam
interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan
heuristic yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Masalah
proses ini sangat penting dalam belajar matematika, dan yang demikian ini
sering menjadi focus dalam kurikulum matematika.
c.
Problem
solving as a basic skill
Ada
banyak anggapan tentang apa keterampilan dasar dalam matematika. Beberapa yang
dikemukakan antara lain keterampilan berhitung, aritmatika, logika, dan
lainnya. Keterampilan lain yang baik secara inplisit maupun eksplisit sering
diungkapkan adalah keterampilan problem solving. Proses pembelajaran matematika
melalui pemecahan masalah memungkinkan sisa membangun atau mengkontruksi
pengetahuannya sendiri didasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga
proses belajar yang dilakukan akan berjalan aktif dan dinamis.
Dalam
sebuah permasalahan, siswa harus bisa mengidentifikasi apa yang diketahui, apa
yang ditanyakan, dan apa unsur unsur yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu
masalah tersebut sehingga siswa merasa mudah untuk menyelesaikannya.
Dalam
belajar matematika kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki siswa
seperti yang diungkapkan oleh Branca (Dardiri, 2007,hlm.7) yaitu sebagai
berikut:
a. Kemampuan
pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai
jantungnya matematika.
b. Pemecahan
masalah meliputi metode, strategi dalam pemecahan masalah merupakan proses inti
dan utama dalam kurikulum matematika.
c. Pemecahan
masalah merupaka kemampuan dasar dalam belajar matematika, sebagai implikasinya
maka kemampuan pemecahan masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang
belajar matematika.
Berdasarkan uraian tersebut, pemecahan masalah dalam
matematika adalah prosedur atau cara mendapat solusi dimana untuk memecahkan
masalah tersebut diperlukan keterampilan meggunakan berbagai strategi, operasi
matematik, dan dapat menggunakan pengertahuan yang telah dimiliki untuk
kemudian dikembangkan dalam memecahan masalah. Ketiga komponen tersebut saling
berkaitan, dan menunjang dalam melakukan pemecahan masalah matematika.
3. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Matematika
Pemecahan
masalah matematika memerlukan langkah-langkah yang kongkrit dan prosedur yang
benar. Pada mata pelajaran matematika, pemecahan masalah matematika dapat
berupa soal yang tidak rutin yaitu soal yang memerlukan pemikiran mendalam
seperti pada prosedur yang benar. Pemecahan masalah matematika membantu siswa
dalam meningkatkan kemampuan berfikir kritis, logis, kreatif dan sistematis.
Proses pembelajaran melalui pemecahan masalah memungkinkan siswa membangun atau
mengkontruksi pengetahuannya sendiri didasarkan pengetahuan yang dimilikinya
sehingga proses belajar yang dilakukan akan berjalan aktif dan dinamis.
Menurut Polya
(Suherman, 2001, hlm. 84) solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah
penyelesaian yaitu memahami masalah,
merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan
pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.
Langkah-langkah
dalam pemecahan masalah matematika dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Memahami
masalah, yaitu mengidentifikasi kecukupan data untuk menyelesaikan masalah
sehingga memperoleh gambaran lengkap apa yang diketahui, ditanyakan dalam
masalah tersebut
b. Merencanakan
penyelesaian, yaitu menerapkan langkah-langkah penyelesaian, pemilihan konsep,
persamaan dan teori yang sesuai untuk setiap langkah
c. Melaksanakan
perencanaan, yaitu melakukan perhitungan berdasarkan langkah-langkah yang telah
dirancang dengan menggunakan konsep, persamaan serta teori yang telah dipilih.
d. Melakukan
pengecekan kembali, yaitu tahap pemeriksaan apakah langkah-langkah penyelesaian
telah terealisasikan sesuai rencana sehingga dapat memeriksa kembali kebenaran
jawaban yang pada akhirnya membuat kesimpulan akhir.
Dapat
disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam pemecahan masalah diawali dengan
memahami masalah dimana siswa memperoleh gambaran lengkap dan apa yang
diketahui dan data apa yang ditanyakan. Kemudian merencanakan penyelesaian yang
sangat penting dilakukan sebab ketika siswa mampu membuat hubungan dari data
yang diketahui dan soal yang ditayakan, maka siswa akan mudah menemukan
penyelesaiannya, melaksanakan perencanaan apabila siswa benar-benar memahami
soal tersebut, disamping untuk mengetahui apakah siswa dapat menilai
penyelesaian yang dibuatnya sudah benar atau belum dan dengan memeriksa kembali
soal dan menelaah jalan yang dikerjakan, dapat ditemukan kesalahan-kesalahan
yang mungkin telah dibuat dan dengan demikian dapat diperbaiki.
Secara garis
besar tahap-tahap pemecahan masalah menurut G.Polya (dalam Suherman, 2001, hlm.
84) dapat digambarkan sebagai berikut:
Pemahaman Soal (Understanding)
|
Peninjauan
Kembali (Checking)
|
Pelaksanaan
Suatu Rencana (Solving)
|
Pemikiran
Suatu Rencana (Planning)
|
Gambar
3 Tahap-tahap Penyelesaian Masalah Menurut Polya
4.
Indikator
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan
pemecahan masalah matematis dapat diukur oleh suatu indikator. Adapun indikator
kemampuan pemecahan masalah matematis menurut depdiknas tahun 2004 (Shadiq dalam Wahyuni, 2013, hlm. 10) sebagai
berikut :
a. Menunjukkan
pemahaman masalah.
b. Mengorganisasikan
data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.
c. Menyajikan
masalah secara matematika dalam berbagai bentuk.
d. Memilih
pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.
e. Mengembangkan
strategi pemecahan masalah.
f. Membuat
dan menafsirkan model dari suatu masalah
g. Menyampaikan
masalah yang tidak rutin.
Sedangkan indicator pemecahan masalah matematis yang
dikemukakan oleh Sumarmo (Roshendi dalam Wahyuni, 2013, hlm. 11)
a.
Mengidentifikasi kecakupan data untuk
memecahkan masalah (unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecakupan
unsur yang diperlukan)
b.
Membuat model matematis dari situasi
atau masalah sehari-hari.
c.
Memilih dan menerapkan strategi untuk
menyelesaikan masalah (sejenis atau masalah baru) matematika atau di luar
matematika.
d.
Menjelaskan atau menginterpretasikan
hasil sesuai permasalahan serta memeriksa kebenaran hasil jawaba.
Selain itu indicator kemampuan
pemecahan masalah menurut Ross (Suwangsih,2003, hlm. 14) antara lain.
a.
Siswa dapat menggunakan informasi untuk
mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan yang memuat permasalahan.
b.
Siswa dapat merencanakan dan menentukan
informasi dan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
c.
Siswa dapat memilih penggunaan operasi
untuk memberikan situasi permasalahan.
d.
Siswa dapat mengorganisasikan,
menginterpretasikan, dan menggunakan informasi yang relevan.
e.
Siswa dapat mengidentifikasi jalan
alternative untuk menemukan solusi.
Dalam
penelitian ini indikator yang akan peneliti gunakan adalah indikator yang
dikemukakan oleh Sumarmo (Roshendi dalam Primandari,2013, hlm. 11) yaitu :
a.
Kemampuan memahami masalah
b.
Membuat model matematis
c.
Memilih dan menerapkan strategi untuk penyelesaian
masalah
d.
Menjelaskan atau menginterpretasikan
hasil sesuai dengan permasalahan.
C.
Hubungan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Game Tournament (TGT) dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Ruang
kelas merupakan suatu tempat yang sangat baik untuk melaksanakan pembelajaran
secara kooperatif. Di dalam ruang kelas, para siswa dapat diberi kesempatan
bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara
bersama-sama. Para siswa juga diberi kesempatan untuk mendiskusiakan masalah,
menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan masalah tersebut dengan
masalah-masalah lain yang telah dapat diselesaikan sebelumnya.
Model
pembelajaran kooperatif tipe Team Game
Tournament (TGT) tampaknya akan melatih para siswa untuk mendengarkan
pendapat-pendat orang lain dan merangkum pendapat atau temuan-temuan dalam
bentuk tulisan. Tugas-tugas kelompok seperti mengerjakan soal-soal aplikasi
yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari akan dapat memicu siswa
untuk bekerja sama, saling membantu satu sama lain dala mengintegrasikan
pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Model
pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament (TGT) dalam matematika akan dapat membantu para siswa
meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara individu
akan membangun rasa percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan masalah-masalah matematika, hal tersebut akan mengurangi bahkan
menghilangkan rasa cemas terhadap matematika (math anxiety) yang banyak dialami para siswa (Suherman,2001, hlm.
217)
Pada
model pembelajaran kooperatif tipe Team
Games Tournament (TGT), pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok
dengan anggota yang heterogen dapat membuat siswa menerima siswa lain yang
berkemampuan dan latar belakang yang berbeda. Pentingnya hubungan antara teman
sebaya di dalam ruangan kelas tidak dapat dipandang remeh. Pengaruh teman
sebaya dalam model pembelajaran ini dapat digunakan untuk tujuan-tujuan positif
dalam pembelajaran matematika. Dengan adanya diskusi kelompok para siswa dapat
memahami suatu masalah matematika dengan saling bertukar pendapat. Merencanakan
penyelesaian masalah tersebut dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya, melakukan perhitungan berdasarkan perencanaan penyelesaiannya dan memeriksa kembali jawaban
dari penyelesaian masalah tersebut. Dengan diskusi dalam kelompok, hal-hal yang
disebutkan diatas akan lebih mudah untuk dilaksanakan karena saling bertukar
pendapat dan pikiran satu sama lain
Diskusi
dalam model pembelajaran kooperatif tipe Team
Game Tournament (TGT) sebagai persiapan siswa dalam menjalankan turnamen
pada akhir pembelajaran. Para siswa menginginkan teman-teman dalam kelompoknya
siap dan produktif di dalam kelas. Sehingga para siswa terdorong untuk mencapai
prestasi akademik yang baik. Para siswa
termotivasi belajar secara baik, siap dengan pekerjaannya, dan menjadi penuh
perhatian selama proses pembelajran.
Adanya
permainan dan turnamen dalam model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) memungkinkan
siswa lebih senag dan menyukai pelajaran matematika. Sebagian besar siswa tidak
menyukai pelajaran matematika selain merasa sulit dalam memahami dan
mengerjakan soal-soalnya, siswa juga merasa bosan dengan proses pembelajaran
yang biasa dilakukan, sehingga dalam
proses pembelajaran matematika dibutuhkan suatu cara agar para siswa lebih
senag dan tidak bosan saat belajar matematika.
D.
Penelitian
Yang Relevan
Penelitian
mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Team
Game Tournamen (TGT) ini di dukung oleh penelitian-penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya yang dipaparkan sebagai berikut
a.
Penelitian yang berjudul “Penggunaan
Model Problem Based Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Pada Soal Cerita
Matematika”. Oleh Fristina Nur Setyarti 2011. Penelitian ini menggunakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan dilaksanakan di kelas V dengan jumlah siswa
31 orang yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Penelitian
ini dilaksanakan dalam dua siklus dan diperoleh nilai rata-rata siswa dari
siklus I yaitu 67,41 dengan ketuntasan belajar siswa sebesar 72% dengan
kriteria baik. Siklus II diperoleh nilai rata-rata 84 dengan ketuntasan belajar
siswa sebesar 100% dengan kriteria
sangat baik. Dengan demikian terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah
terhadap penerapan model Problem Based
Learning.
b.
Penelitian yang berjudul “Penerapan
Model Pembelajaran Team Game Tournament
(TGT) Dengan Media Powerpoint Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS pada
Siswa Kelas V”. Oleh Indra Mugas 2010. Penelitian ini menggunakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dan dilaksanakan di kelas V dengan jumlah siswa 28 orang.
Penelitian ini dilaksanakan dalam tigga siklus dan diperoleh nilai rata-rata
siswa dari siklus I yaitu7,2 dengan ketuntasan belajar siswa sebesar 71,4%
dengan kriteria baik. Siklus II niali rata-rata siswa 7,7 dengan ketuntasan
belajar siswa sebesar 78,8% dengan kriteria baik. Siklus III nilai rata-rata
yang diperoleh siswa 9,7 dengan ketuntasan belajar siswa sebesar 96,4% dengan
kriteria sangat baik. Dengan demikian terdapat peningkatan kualitas pembelajran
IPS terhadap penerapan model Team Game
Tournament (TGT).
E.
Kerangka
Pikir Penelitian
Kemampuan
pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kemampuan utama yang
diharapkan dimiliki siswa setelah ia mempelajari matematika. Proses pemecahan
masalah adalah suatu proses ketika seorang siswa menemukan kombinasi
aturan-aturan yang telah dipelajari sebelumnya yang digunakan untuk memecahkan
masalah yang baru. Namun demikian, memecahkan maslah tidak hanya menerapkan
aturan-aturan yang telah diketahui melainkan juga menghasilkan pelajaran atau
pengetahuan baru (Wena,2011, hlm. 52).
Salah
satu upaya untuk meningkatkan pemecahan masalah matematika, guru sebagai
fasilitator harus menempatkan siswa sebagai subjek, artinya siswa dilibatkan
secara akktif supaya interaksi antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa
dapat berjalan dengan optimal. Selain itu juga guru harus memiliki kemampuan
dalam menguasi model pembelajaran yang sesuai dengan tipe belajar siswa,
kondisi dan situasu serta materi yang akan di sampaikan yang nantinya akan
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Dalam
dunia pendidikan terdapat berbagai macam model pembelajaran. Salah satunya
adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa
untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam
suasana belajar yang terbuka dan demokratis (Isjoni, 2012, hlm. 23). Sehingga
setiap siswa kan lebih aktif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Selain itu juga, siswa kan lebih berani
bertanya kepada teman sebayanya apabila tidak memahami suatu materi pelajaran.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang membuat siswa lebih aktif dan
pembelajran yang menyenangkan adalah Team
Game Tournament (TGT).
Berdasarkan
pemaparan diatas, model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) adalah model pembelajaran yang
menggunakan permainan dan turnamen dengan kelompok, dimana setiap siswa dapat
berkontribusi dalam perolehan skor untuk kelompoknya masing-masing. Setiap
siswa kan memiliki rasa tanggung jawab atas kelompoknya sehingga mereka lebih
serius lagi dalam mengerjakan soal yang diberikan khususnya soal pemecahan
maslaah matematis.
Model
pembelajaran kooperatif tipe Team Game
Tournament (TGT) mengutamakan kerja kelompok dan kemampuan menyatukan
intelegensi siswa yang berbeda-beda. Hal tersebut akan membuat siswa memiliki
nilai dalam segi kognitif, afektif dan psikomotor secara merata antara satu
siswa dengan siswa yang lain (Taniredja,2013, hlm. 72). Dengan demikian ketika
siswa dihadapkan dalam spal pemecahan masalah, siswa dapat mengidentifikasi dan
memahami pertanyaan-pertanyaan yang membuat permasalahan. Pembelajaran secara
berkelompok dalam model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk saling
berdiskusi dana bertukan pendapat dalam mengerjakan suatu permasalahan
matematis, sehingga siswa dapat merencanakan dan menentukan informasi serta
langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Langkah-langkah
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) adalah sebagi
berikut:
1.
Pembentukan kelompok berdasarka prestasi
akademiknya. Satu tim terdiri dari empat orang siswa yang beragam kemampuan
akademiknya.
2.
Siswa diberi bahan ajar untuk dipelajari
mengenai operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan.
3.
Setiap kelompok diberi lembar kerja
kelompok mengenai materi penjumlahan dan pengurangan pecahan untuk di
diskusikan dan dicari penyelesaian masalahnya,jika ada yang belum dimengerti
siswa mengajukan pertanyaan pada kelompoknya dan jika anggota kelompoknya tidak
dapat menjawab pertanyaan tersebut maka langsung ditanyakan kepada guru.
4.
Meja turnamen disiapkan lengkap dengan
kartu soal penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan kartu jawaban untuk diisi
oleh siswa yang mewakili kelompoknya masing masing yang kemampuan akademiknya
setara.
5.
Siswa yang memperoleh giliran pertama
mengambil kartu soal dan membacakannya, siswa lain yang berada dalam satu meja
turnamen mencoba untuk mengerjakannya.
6.
Pada akhir putaran pemenang akan
mendapatkan satu kartu bernomor dan siswa yang kalah mengebalikan perolehan
kartunya.
7.
Guru memberi penilaian kepada setiap
kelompok siswa.
8.
Menyimpulkan materi operasi hitung
penjumlahan dan pengurangan pecahan oleh siswa.
9.
Siswa mengerjakan soal evaluasi
penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Dengan
model pembelajran kooperatif tipe Team
Game Tournament (TGT) ini diharapkan siswa lebih aktif dalam belajar
matematika dan senag dengan pelajaran matematika. Model pembelajaran ini
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Skema kerangka pemikiran digambarkan pada gambar 2.4 sebagai berikut
Kemampuan Pemecahan
Masalah
|
1.
Siswa
belum mampu memehami masalah.
2.
Siswa
belum mampu merencanakan penyelesaian.
3.
Siswa
belum mampu menyelesaikan masalah sesuai rencana
4.
Siswa
belum mampu mengecek jawaban.
|
Model Teams Games Tournaments (TGT) yaitu
salah satu model pembelaharan kooperatif yang menggunakan turnamen
akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan system sekor kemajuan individu,
dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain
yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.
|
Pembelajaran
Kooperatif tipe Teams Games Turnaments
1. Pembentukan
kelompok berdasarka prestasi akademiknya. Satu tim terdiri dari empat orang
siswa yang beragam kemampuan akademiknya.
2. Siswa diberi
bahan ajar untuk dipelajari mengenai operasi hitung penjumlahan dan
pengurangan pecahan.
3. Setiap
kelompok diberi lembar kerja kelompok mengenai materi penjumlahan dan
pengurangan pecahan untuk di diskusikan dan dicari penyelesaian
masalahnya,jika ada yang belum dimengerti siswa mengajukan pertanyaan pada
kelompoknya dan jika anggota kelompoknya tidak dapat menjawab pertanyaan
tersebut maka langsung ditanyakan kepada guru.
4. Meja
turnamen disiapkan lengkap dengan kartu soal penjumlahan dan pengurangan
pecahan dengan kartu jawaban untuk diisi oleh siswa yang mewakili
kelompoknya masing masing yang kemampuan akademiknya setara.
5. Siswa yang
memperoleh giliran pertama mengambil kartu soal dan membacakannya, siswa
lain yang berada dalam satu meja turnamen mencoba untuk mengerjakannya.
6. Pada akhir
putaran pemenang akan mendapatkan satu kartu bernomor dan siswa yang kalah
mengebalikan perolehan kartunya.
7. Guru memberi
penilaian kepada setiap kelompok siswa.
8. Menyimpulkan
materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan oleh siswa.
9. Siswa
mengerjakan soal evaluasi penjumlahan dan pengurangan pecahan.
|
Dugaan bahwa melalui pendekatan pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games
Turnaments dapat meningkatkan
penguasaan materi dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
|
Kemampuan pemecahan Cmasalah matematika siswa
meningkat
|
Gambar 4 Skema Kerangka Pemikiran
F.
Definisi
Operasional
Agar penelitian
ini lebih terarah dan tidak terjadi kesalah pahaman terhadap istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, berikut definisi yang digunakan anatara lain :
1.
Teams
Games Turnaments (TGT) adalah salah satu model
pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan
kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai
wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara
seperti mereka dalam mengerjakan soal-soal pemecahan masalah matematis mengenai
penjumlahan dan pengurangan pecahan.
2.
Kemampuan pemecahan masalah matematika
dalam penyelesaian masalah adalah kemampuan siswa dalam memahami masalah
penjumlahan dan pengurangan pecahan, membuat model matematis yang sesuai dengan
permasalahan, memilih dan menerapkan strategi untuk penyelesaian masalah, dan
menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan Keempat
komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang dalam melakukan pemecahan
masalah matematika. Langkah-langkah dalam penyelesaian soal pemecahan masalah
matematika adalah memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan
masalah sesuai rencana dan memeriksa kembali jawabannya.
A.
Setiing
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
yaitu sebuah penelitian yang dilakukan dengan jalan merancang, melaksanakan,
dan merefleksikan tindakan. Adapun pengertian dari Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) menurut Arikunto,dkk (2010, hlm. 3) adalah suatu bentuk penelitian yang
bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat
memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih
professional. Menurut Kasihani (1998, hlm. 32) Penelitian Tindakan Kelas
merupakan salah satu cara yang strategis
bagi guru untuk meningkatkan layanan pendidikan melalui penyempurnaan
praktik pembelajaran di kelas. Sehubungan dengan hal tersesebut Penelitian
Tindakan Kelas bermanfaat untuk membantu guru menghasilkan pengetahuan yang
sahih dan relevan bagi kelas mereka untuk memperbaiki pembelajaran dalam jangka
pendek. Raka Joni (dalam Kasihani 1998, hlm. 37)
Dengan
Penelitian Tindakan Kelas ini (PTK) guru dapat meneliti sendiri tehadap
pembelajaran yang di lakukannya di kelas, pnenelitian yang dilakukan dapat
berupa penelitian terhadap segi interaksi siswa dalam proses pembelajran,
penelitian terhadap proses pembelajaran secara reflektif. Jika pada tindakan
pertama hasilnya kurangmemuaskan, maka akan di coba kembali pada tindakan
selanjutnya.
PTK dilaksanakan
dalam bentuk proses pengkajian bersiklus yang terdiri dari empat tahapan pokok,
yaitu 1) Perencanaan (planning), 2)
tindakan (action), 3) pengamatan (observation), 4) refleksi (reflektion). Hubungan antara keempat
komponen tersebut menunjukan sebuah siklus kegiatan berulang.
Model Penelitian
yang digunakan oleh peneliti yaitu Penelitian Tindakan Kelas model Kemmis dan
MC Taggart. Model ini menyatukan komponen acting
(Tindakan), dan observing (pengamatan)
menjadi satu kesatuan.
Taniredja
(2011, hlm. 24) mengemukakan bahwa model Kemmis dan MC Taggart pada hakikatnya
berupa perangkat-perangkat atau uraian-uraian dengan satu perangkat terdiri
dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang
keempatnya merupakan satu siklus.
Natalia dan Dewi
(2008, hlm. 19-21) menjelaskan bahwa tahapan-tahapn yang dilakukan dalam setiap
siklus penelitian Tindakan Kelas Yaitu:
1.
Perencanaan Tindakan
Tahap
perencanaan tindakan yaitu peneliti merencanakan jalannya pembelajaran.
Perencanaan tindakan awal ini disusun dan bertujuan untuk mengatasi
permasalahan yang ditemukan dalam studi pendahuluan. Penelitian tindakan kelas,
diantaranya: Materi/ bahan ajar, RPP, serta teknik atau instrument yang
digunakan dalam pengumpulan data pada saat observasi. Sedangkan rencana pada
siklus berikutnya merupakan hasil refleksi dari siklus-siklus sebelumnya.
2.
Pelaksanan Tindakan
Tahap
pelaksanaan tindakan merupakn proses pelaksanaan atas rencana yang sejak awal
sudah disusun sebelumnya dalam proses perencanaan tindakan. Hal yang harus
diperhatikan dalam tahap ini yaitu menyelaraskan relevansi antara tahap
perencanaan dengan tahap pelaksanaan agar sejalan dengan maksud awal
3.
Pengamatan Tindakan
Tahap pengamatan
tindalan dilakukan pada saat pelaksannan tindakan berlangsung. Data yang
dikumpulkan pada tahp ono berisi tentang pelaksaan tindakan dan rencana yang
sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil instruksional yang
dikumpulkan melalui instrument yang dikembangkan oleh peneliti. Pengamatan ini
dilakukan oleh mitra peneliti yang dinamakan observer.
4.
Refleksi dari kegiatan yang sudaj
dilaksanakan
Tahap refleksi
merupakan tahap untuk memproses data yang didapt pada saat pengamatan tindakan.
Peneliti mencari kejelasan dari data yang telah diperoleh untuk dianalisis dan
kemudian disintesis. Refleksi yang telah di dapat dijadikan sebagai dasar
perencanaan siklus selanjtnya.
Langkah-Langkah Penelitian
Model Kemmis dan Tagart dapat digambarkan sebagai berikut :
Perencanaan
|
Siklus I
|
Pelaksanaan
|
Refleksi
|
Pengamatan
|
Perencanaan
|
Pelaksanaan
|
Refleksi
|
Siklus II
|
Pengamatan
|
Hasil
Penelitian
|
Gambar 5
Siklus Model Kemmis dan McTaggart
(Arikunto, 2010, hlm. 16)
D.
Prosedur
Penelitian
Prosedur
yang ditempuh dalam penelitian ini mengacu pada model pengembangan oleh Kemmis
dan Taggart. Model ini merupakan pengembangan dari Kurt Lewin, yaitu berbentuk
spiral dari siklus satu ke siklus berikutnya. Setiap siklus meliputi empat
tahap, yaitu tahap perencanaan (planning),
pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
a. Tahap Persiapan
Sebelum
peneliti melaksanakan PTK, peneliti melakukan penelitian awal yaitu :
1)
Pembuatan surat izin observasi untuk
sekolah yang bersangkutan.
2)
Permohonan izin kepada Kepala Sekolah
yang akan dijadikan tempat penelitian.
3)
Observasi langsung ke sekolah yang akan
dijadikan tempat penelitian.
4)
Identifikasi permasalahan, identifikasi
ini dilakukan dengan cara melihat pembelajaran secara langsung di kelas dan
melakukan wawancara dengan guru.
5)
Pembuatan proposal
6)
Pembuatan instrument penelitian
b. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan
penelitian terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari satu pertemuan.
Siklus
I
1) Perencanaan
a.
Guru menentukan materi pokok yang akan
diajarkan, yaitu soal cerita mengenai penjumlahan pecahan.
b.
Menentukan Indikator Campaian Kompetensi
(ICK) pada materi soal cerita mengenai penjumlahan pecahan yang akan digunakan
pada siklus I.
c.
Merancang materi pembelajaran yang akan
digunakan pada saat penelitian, dngan menyesuaikan dengan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar pembelajaran Matematika.
d.
Menyusun perangkat pembelajaran (RPP dan
alat tes) Matematika materi soal cerita mengenai penjumlahan pecahan dengan
menerapkan model TGT.
e.
Menyiapkan lembar kerja siswa dengan
menerapkan model TGT.
f.
Menyiapkan instrumen evaluasi
pembelajaran yang dibuat berdasarkan ICK dan disesuaikan pula dengan indicator
kemampuan pemecahan masalah.
g.
Menyiapkan instrument penelitian yang
dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian dan data yang diperoleh dalam
penelitian, berupa lembar observasi aktifitas guru dan siswa pada model TGT,
serta lembar observasi kemampuan pemecahan masalah siswa.
h.
Membuat media pelajaran yang mampu
menunjang pembelajaran materi soal cerita mengenai penjumlahan pecahan.
i.
Membuat kesepakatan dengan guru sebagai
observer dan memberikan penjelasan kepada observer tentang hal-hal yang harus
dilakukan dan menjelaskan instrument lembar observasi yang harus diisi oleh
observer.
2) Pelaksanaan
a.
Memberikan lembar observasi kepada
observer untuk diisi.
b.
Melaksanakan pembelajaran matematika
materi soal cerita penjumlahan pecahan dengan menerapkan model TGT.
c.
Melakukan tes siklus I untuk mendapatkan
data mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa tentang materi soal
cerita penjumlahan pecahan dalam pembelajaran matematika dengan menerapkan
model TGT.
d.
Mencatat dan merekam semua aktifitas
belajar yang terjadi oleh pengamat pada lembar observasi sebagai sumber data
yang akan digunakan pada tahap refleksi.
e.
Diskusi dengan pengamat untuk
mengklasifikasi hasil pengamatan pada lembar observasi.
f.
Melakukan wawancara kepada siswa,
terhadap penerapan TGT untuk melihat respon siswa.
3) Pengamatan
a.
Observer melakukan pengamatan terhadap
aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran matematika dengan penerapan model
TGT
b.
Mengamati keterhubungan antara penerapan
model pembelajaran TGT dengan proses dan kemampuan pemecahan masalah dalam
pembelajran matematika pada materi penjumlahan pecahan.
4) Refleksi
a.
Analisis terhadap semua data yang
dikumpulkan dari penelitian tindakan pada siklus I.
b.
Menemukan point-point refleksi
berdasarkan data siklus I.
c.
Menyimpulkan hasil refleksi tindakan,
yang akan digunakan sebagai tindakan selanjutnya pada siklus II.
Siklus
II
1) Perencanaan
a.
Guru menentukan materi pokok yang akan
diajarkan, yaitu soal cerita mengenai pengurangan pecahan.
b.
Menentukan Indikator Campaian Kompetensi
(ICK) pada materi soal cerita mengenai pengurangan pecahan yang akan digunakan
pada siklus II.
c.
Merancang materi pembelajaran yang akan
digunakan pada saat penelitian, dengan menyesuaikan dengan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar pembelajaran Matematika.
d.
Menyusun perangkat pembelajaran (RPP dan
alat tes) Matematika materi soal cerita mengenai pengurangan pecahan dengan
menerapkan model TGT.
e.
Menyiapkan lembar kerja siswa dengan
menerapkan model TGT.
f.
Menyiapkan instrumen evaluasi
pembelajaran yang dibuat berdasarkan ICK dan disesuaikan pula dengan indicator
kemampuan pemecahan masalah.
g.
Menyiapkan instrument penelitian yang
dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian dan data yang diperoleh dalam
penelitian, berupa lembar observasi aktifitas guru dan siswa pada model TGT,
serta lembar observasi kemampuan pemecahan masalah siswa.
h.
Membuat media pelajaran yang mampu
menunjang pembelajaran materi soal cerita mengenai pengurangan pecahan.
i.
Membuat kesepakatan dengan guru sebagai
observer dan memberikan penjelasan kepada observer tentang hal-hal yang harus
dilakukan dan menjelaskan instrument lembar observasi yang harus diisi oleh
observer.
2) Pelaksanaan
a.
Memberikan lembar observasi kepada
observer untuk diisi.
b.
Melaksanakan pembelajaran matematika
materi soal cerita pengurangan pecahan dengan menerapkan model TGT.
c.
Melakukan tes siklus II untuk
mendapatkan data mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa tentang
materi soal cerita pengurangan pecahan dalam pembelajaran matematika dengan
menerapkan model TGT.
d.
Mencatat dan merekam semua aktifitas
belajar yang terjadi oleh pengamat pada lembar observasi sebagai sumber data
yang akan digunakan pada tahap refleksi.
e.
Diskusi dengan pengamat untuk
mengklasifikasi hasil pengamatan pada lembar observasi.
f.
Melakukan wawancara kepada siswa,
terhadap penerapan TGT untuk melihat respon siswa.
3) Pengamatan
a.
Observer melakukan pengamatan terhadap
aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran matematika dengan penerapan model
TGT
b.
Mengamati keterhubungan antara penerapan
model pembelajaran TGT dengan proses dan kemampuan pemecahan masalah dalam
pembelajran matematika pada materi pengurangan pecahan.
4) Refleksi
a.
Analisis terhadap semua data yang
dikumpulkan dari penelitian tindakan pada siklus I.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
1.
Pengumpulan
Data
a. Lembar Observasi
Lembar observasi adalah lembar yang
digunakan untuk menuliskan hasil observasi terhadap proses pembelajaran yang
berlangsung dengan tujuan dapat memperoleh data yang dapat dijadikan bahan
evaluasi bagi guru, apakah proses pembelajaran telah sesuai dengan rencana
pembelajaran atau belum. Sasaran dalam lembar observasi adalah aktivitas guru
dan siswa dalam penerapan model pembelajaran Team Game Tournament. Lembar observasi di buat berdasarkan RPP yang
telah dirancang sebelumnya oleh guru untuk melakukan penelitian serta pedoman
observasi yang telah di buat sebelumnya
b. Catatan Lapangan
Cacatan lapangan merupakan pelengkap dari
lembar observasi. Catatan lapangan ditulis oleh peneliti yang berisi catatan
yang diperoleh mengenai hasil pengamatan guru pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Catatan lapangan dicatat dengan jelas dan terperinci bertujan
untuk mendapatkan data yang sedetai mungkin. Catatan lapangan juga berisi
temuan yang tidak terdapat pada lembar observasi.
c. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa
Tes digunakan untuk
memperoleh data peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis
siswa yang dilakukan setelah siswa mendapatkan tindakan dengan penerapan model Team Game Tournament. Tes diberikan
kepada siswa setiap akhir siklus untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah
matematis pada siswa setelah proses pembelajaran.
d. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data
mengenai respon siswa terhadap membelajaran yang menggunakan model Team Game Taurnament untuk penyelesaian
masalah yang berkaitan dengan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan
pecahan. Wawancara dilakukan pada akhir siklus penelitian.
2.
Pengolahan Data
Setelah semua data diperoleh, maka
dilakukan pengolahan data terhadap data kuantitatif dan data kualitatif. Data
kuantitatif berupa data hasil tes pemecahan masalah matematis, sedangkan data
kualitatif berupa lembar observasi siswa dan guru serta hasil wawancara.
Prosedur analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut
a.
Analisis Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif diperoleh dari
hasil tes untuk mengetahui sejauh mana peningkatan pemecahan masalah siswa.
Langkah-langkah dalam menganalisis data kuantitatif yaitu sebagai berikut.
a)
Penskoran terhadap jawaban siswa dengan
rubric penskoran pemecahan masalah matematis siswa. (terlampir)
b) Presentase
tingkat keberhasilan pemecahan masalah matematis siswa berdasakrkan skor yang
diperoleh dengan menggunakan rumus (dalam Lestari, 2014 hlm 41)
Presentase
pemecahan masalah =
x
100%
c) Menghitung
rata-rata kemampuan pemecahan masalah
RKPM=
x
100
Ket : RKPM= Rata-rata Kemampuan Pemecahan masalah
(Oktariany,2014, hlm.
31)
Tabel 2 Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah Matemati Siswa
Rentang
Nilai
|
Klasifikasi
|
90 ≤ A ≤ 100
75 ≤ B
< 90
55 ≤ C
< 75
40 ≤ D < 50
0 ≤ E
< 40
|
Sangat
tinggi
Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat rendah
|
(Oktariany,
2014, hlm. 31)
d)
Menghitung ketuntasan perorangan
berdasarkan skor yang diperolehnya. Analisis dilakukan dengan menggunakan
aturan ketuntasan yang berlaku di SD Negeri Sj 3 dengan KKM adalah 70. Untuk
mengetahui ketuntasan perorangan secara individu diperoleh dengan menggunakan
rumus:
Ketercapaian Individu =
x 100
(Oktariany,2014
hlm. 30)
e)
Menghitung rata-rata ketuntasan individu
maupun ketuntasan kalsikal berdasarkan nilai atau skor yang diperolehnya.
R= ∑X
∑N
Sumber: (Oktariany,2014, hlm.
29)
Keterangan:
R : Nilai rata-rata
∑X : Jumlah semua nilai siswa
∑N : Jumlah siswa
f)
Menghitung ketuntasan klasikal untuk
mengetahui hasil belajar di sebuah kelas. Hasil belajar sebuah kelas dinyatakn
tuntas jika sekurang-kurangnya banyak siswa 70% telah tuntas belajar. Jika
presentasi jumlah siswa yang tuntas kurang dari 70% maka kelas dinyatakan belum
tuntas. Untuk menentukan skor presentase ketuntasan klasikal yang diperoleh
digunakan rumus :
Presentase
Ketuntasan Klasikal=
x
100%
(Oktariany,2014
hlm 30)
Jika
ketuntasan klasikal belum tercapai, maka proses pembelajaran belum bisa
dilanjutkan pada sub pokok bahasan selanjutnya dan guru merencanakan perbaikan
pembelajaran selanjutnya dengan memilih
dengan memilih metode dan strategi yang tepat sampai ketuntasan dalam
belajar terpenuhi,
b.
Analisis Data Kualitatif
Analisis
data dalam penelitian kualitatif sejak sebelum memasuki lapangan, selama di
lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Nasution (dalam sugiyono, 2013, hlm.
336) menyatakan “analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,
sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil
penelitian.”
Selanjutnya
dilapangan, peneliti menggunakan teknik analisis model miles and Huberman
(sugiyono, 2013, hlm. 338) yang terdiri dari empat tahap sebagai berikut.
a.
Data
reduction (reduksi data). Pada tahap ini peneliti memilih
data, menggolongkan, dan membuang data yang tidak diperlukan. Kemudian
mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya
dapat ditarik. Data didapat dari instrument pembelajaran dan instrument
pengungkapan data yang telah dijelaskan sebelumnya.
b.
Data
display (penyajian data), suatu rakitan organisasi
informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan peneliti
dapat dilakukan. Sajian ini merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis
dan sistematis. Sajian data ini harus mengacu pada rumusan masalah yang telah
dirumuskan sebagai pertanyaan penelitian, sehingga narasi yang tersaji
merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci untuk menceritakan dan menjawab
setiap permaslahan yang ada. Pembeberan data dilakukan dengan sistematik,
interaktif, dan inventif serta mantap sehingga memudahkan pemahaman terhadap
apa yang terjadi . dengan demikian, penarikan kesimpulan dan penentuan tindakan
yang akan dilakukan selanjutnya akan mudah.
c.
Conclution
drawing/verification, atau merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk memantapkan simpulan dari tampilan data agar benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan.seluruh hasil analisis yang terdapat dalam reduksi data
maupun sajian data diambil suatu kesimpulan. Penarikan kesimpulan tentang
peningkatan atau perubahan yang terjadi dilakukan secara bertahap mulai dari
kesimpulan sementara, yang ditarik pada akhir siklus I, ke kesimpulan terevisi
pada akhir siklus II. Kesimpulan yang pertama sampai dengan yang terakhir
saling terkait dan simpulan pertama sebagai pijakan.
e. Rencana Uji Keabsahan Data
Uji kredibilitas atau kepercayaan
terhadap data hasil penelitian dilakukan dengan trianggulasi teknik dan
menggunakan bahan referensi. Trianggulasi teknik yang dimaksud adalah pengujian
keabsahan data dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda. Dalam penelitian ini, setelah siswa mengerjakan tes evaluasi,
penelitian melakukan wawancara dengan siswa tentang cara ia mengerjakan
evaluasi, kemudian berdiskusi dengan wali kelas dan menganalisis lembar
observasi.
Tabel 3
Jadwal Penelitian
No
|
Nama kegiatan
|
September
|
Oktober
|
November
|
Desember
|
|||||||||||||
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||||
1.
|
Perencanaan
Proposal
|
X
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
2.
|
Identifikasi
Masalah
|
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
3.
|
Siklus
I
a. Perencanaan
b. Tindakan
c. Observasi
d. Refleksi
|
|
|
X
|
X
X
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
4.
|
Siklus
II
a. Perencanaan
b. Tindakan
c. Observasi
d. Refleksi
|
|
|
|
X
|
X
X
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
5.
|
Pembuatan
Laporan
|
|
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
|
|
|
|||
Arikunto, Suharsimi. (2010). Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. (2012). Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Dardiri, Y.H. (2007). Pengaruh Penggunaan Metode
Lapangan Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Pokok
Bahasan Kesebangunan. Skripsi UIN Bandung : Tidak Diterbitkan.
Hudoyo, Herman.
(1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depatermen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan
Isjoni. (2012). Cooperative Learning. Bandung :
Alfabeta..
Juhari, Heri. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Bandung : CV Pustaka Setia.
Kasbolah, Kasihani.(1998).Penelitian Tindakan Kelas. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan :
Jakarta
Lie, Anita. (2008).
Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas. Jakarta : PT Grasindo .
Lestari.(2014).Pengaruh
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dan Motivasi Terhadap Prestasi Belajar Fisika Bagi Peserta Didik Kelas
VII SMP [online].Diakses
Oktariany,
Desi. (2015). Meningkatkan Komunikasi
Matemtais Siswa SMP Kelas VIII dengan Menggunakan Model Pembelajaran Teams
Games Tournament (TGT). Skripsi FPMIPA Universitas Inslam Negeri Bandung.
Purwanto,
Ngalim. (2009). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluas. Bandung : PT Remaja
Rosda Karya
Primandari.Arum
H. (2010). Upaya Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa Kelas VIII Smp 2 Nanggulan dalam pembelajaran
Matematika Pokok Bahasan Bangun Ruang Menggunakan Model Kooperatif Tipe Think
Pair Squere. Skripsi, FPMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta. [Online] diakses dari
http;//eprints.uny.ac.id/1424/Skripsi.Arum.12.Pdf
Rusman. (2013). Model-model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Shadiq,Fajar.Belajar
Memecahkan Masalah Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu
Slavin, E,R. (2010). Cooperative Learning. Bandung
: Nusa Media.
Sudjana,.Nana. Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sugiyono,(2013).Metode
Penelitian Pendidikan.Bandung.Alfabeta
Suharsimi, Arikunto. (2007). Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta : Bumi Aksara.
Suherman, Erman
dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung :
JICA Universitas Pendidikan Indonesia.
Suherman, Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran
Matematika. Bandung : JICA Universitas Pendidikan Indonesia.
Suprijono,
Agus. (2013). Cooperative Learning. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Susilawati, Wati. (2012). Belajar dan Pembelajaran
Matematika. Bandung : CV. Insan Mandiri.
Susilawati, Wati. (2013). Perencanaan Pembelajaran
Matematika. Bandung : CV. Insan Mandiri.
Suwangsih,E (2003) Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran
Kooperatif. Tesis.PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan
Taniredja, Tukiran. (2013). Model-model Pembelajaran
Inovatif dan Efektif. Bandung : Alfabeta.
Mantuuuuuullll.....
BalasHapus